Inilah krisis mendasar dalam sistem politik sekuler. Ia tidak memberi ruang bagi nilai-nilai langit untuk menjadi rujukan tetap. Ketika halal-haram disingkirkan, yang lahir adalah kemunafikan sistemik. Moral hanya dikampanyekan, tidak diamalkan. Keberpihakan pada rakyat hanya dijanjikan, tidak diperjuangkan.
Kondisi ini menciptakan dua wajah: satu untuk publik, satu untuk lobi kekuasaan. Bahkan jika ada individu yang jujur, ia akan tersingkir oleh sistem yang tak mendukung idealisme.
Kebutuhan akan Politik Bermoral dan Ideologis
Indonesia butuh perubahan mendasar. Bukan hanya pergantian elit, tetapi perubahan sistemik—menuju sistem politik yang berbasis pada akidah Islam, bukan manfaat sesaat.
Dalam sistem Islam, pemimpin bukan sekadar pengelola negara, tetapi penanggung jawab amanah dari Allah. Kekuasaan adalah ladang amal, bukan alat dagang. Nilai halal-haram menjadi batas tegas. Akhlak bukan sekadar strategi komunikasi, tapi buah dari iman dan ketakwaan.
Sistem seperti ini hanya bisa tumbuh jika akar ideologi sekuler dicabut, dan diganti dengan sistem Islam kaffah yang menjadikan wahyu sebagai sumber hukum dan moralitas.
Penutup: Kembalikan Politik pada Akhlak dan Akidah
Selama politik dipisahkan dari agama, selama nilai tertingginya adalah manfaat, maka krisis moral partai akan terus terjadi. Demokrasi sekuler akan melahirkan pemimpin oportunis, bukan negarawan sejati.
Kini saatnya umat Islam membuka mata. Perubahan tidak cukup dengan wajah baru, tetapi dengan sistem baru yang berpijak pada tauhid dan syariah. Karena hanya sistem yang benar, yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang benar pula.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI