Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Sekuler dan Krisis Moral Partai: Mengapa Demokrasi Gagal Menumbuhkan Pemimpin Berakhlak

30 Juni 2025   14:04 Diperbarui: 30 Juni 2025   14:04 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun politik kerap menjadi ajang pencitraan massal. Partai-partai bersolek, jargon ditebar, janji dijajakan. Namun, setelah semua usai, rakyat kembali kecewa. Mengapa fenomena ini berulang?

Tulisan ini ingin menjawab bukan hanya dari gejala permukaan, tetapi dari akar yang lebih dalam. Bahwa krisis kepercayaan terhadap partai politik bukan sekadar soal buruknya perilaku elit, tapi karena sistem yang menaunginya—yakni sistem politik sekuler—telah gagal menyediakan fondasi moral yang kokoh.

Fungsi Ideal Partai Politik

Secara teoritis, partai politik memiliki peran sentral dalam demokrasi: menyerap aspirasi, mengartikulasikan kepentingan rakyat, mendidik masyarakat secara politik, dan mengontrol kekuasaan. Ia menjadi jembatan antara rakyat dan negara.

Namun realitas berbicara lain. Survei LSI tahun 2023 menunjukkan hanya 53% masyarakat Indonesia yang percaya pada partai politik. Rakyat menilai partai-partai lebih sibuk melayani kepentingan elit ketimbang membela aspirasi publik.

Politik Tanpa Moral Sejati

Mengapa partai politik dalam sistem demokrasi sekuler cenderung gagal menjadi saluran aspirasi rakyat? Jawabannya karena landasan nilainya adalah manfaat, bukan halal dan haram.

Dalam sistem sekuler, agama dipisahkan dari kehidupan publik. Moral menjadi relatif, tergantung kepentingan. Maka tidak aneh jika dalam politik berlaku adagium klasik: “tidak ada kawan sejati, yang ada hanya kepentingan abadi.”

Keputusan politik diukur dari untung-rugi jangka pendek. Bahkan nilai kejujuran, integritas, dan akhlak bisa dikorbankan demi pencitraan dan elektabilitas. Pencitraan menggantikan keikhlasan, popularitas menggantikan kebenaran.

Maka tidak mengherankan jika masyarakat memandang partai politik dengan sinis. Etika dan janji-janji kampanye hanya menjadi alat tawar-menawar politik. Kejujuran tak dihargai. Loyalitas diganti transaksionalisme. Akhlak, jika pun ada, kehilangan makna.

Sekularisme Melahirkan Kepalsuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun