Singkat cerita, saya dan suami akhirnya membatalkan rencana untuk sekolah ini. Alasannya, si bungsu masih sering menggigit jika kesal atau meminta sesuatu. Menggigit adalah bentuk "komunikasi"-nya.
Saya mengkhawatirkan jika dia menggigit temannya akan jadi perkara karena tidak semua orangtua akan bersikap bijak. Selain itu, saya juga tidak mau anak saya dilabel "nakal". Menurut saya terlalu dini melabel seperti itu. Tentu akan berakibat pada kepribadiannya karena bagaimanapun itu tidak menyenangkan.
Menyemai Harapan Baru
Setelah membatalkan sekolah usia dini, saya tetap berusaha melatih kemampuan bicaranya. Ada kemajuan dalam kosa kata meskipun belum banyak.
Jika tidak tahu, orang yang bertemu si bungsu juga akan merasa biasa saja. Dia pribadi yang supel dan banyak senyum. Bisa diajak bercanda dan tertawa. Artinya, dia mampu berkomunikasi. Hanya saja belum bisa merespon dengan berbicara.
Akhirnya semua sesuai rencana awal. Jadi, saya mendaftarkan untuk kelompok bermain di sekolah yang sama dengan kakaknya dulu. Semua proses berjalan lancar.
Awal tahun 2020 adalah titik di mana saya yakin telah menyemai harapan baru. Berharap dengan sekolah, si bungsu bisa berbicara dengan lancar dan merangkai kalimat.
Sebuah harapan sederhana karena saya tak menaruh harapan tentang calistung. Dia bisa bicara lancar dengan banyak kosa kata pun, saya sudah senang.
Sekolah Online di Masa Pandemi?
Januari-Februari 2020 mulai terdengar berita tentang virus corona. Puncaknya ketika bulan Maret, sekolah kakaknya beralih ke online. Saya sedih dan kembali galau.