Sudah berulang-kali pergi ke Bandung, tapi jujur saya tidak terlalu tahu ibukota provinsi Jawa Barat ini. Yang saya tahu hanya seputar tempat wisata mainstream, belanja, dan makan. Karena Bandung adalah kota metropolitan yang selalu macet, tiap kali kesana keliling kota untuk sekedar melihat-lihat saja.
Entah kenapa, mungkin juga sebuah kebetulan, akhir pekan yang lalu (17/3) saya spontan saja jalan ke kota Bandung. Awalnya sih hanya ingin family staycation dan mengajak anak ke Rabbit Town ( Baca juga : "Rabbit Town" Bandung, Kota Kekinci Lucu yang Wajib Dikunjungi ). Bahkan untuk booking hotel pun, saya lakukan dalam perjalanan menuju kesana.
Karena tujuan jalan-jalan kali ini lebih banyak ke family staycation, maka pertimbangan dalam memilih hotel lebih detil. Biasanya, yang prinsip sih : ukuran kamar, fasilitas kolam renang, children activity, makanan, dan lokasi yang stategis. Akhirnya pilihan kami jatuh ke salah satu hotel heritage di jalan Asia-Afrika.
Kuliner Bakmi Naripan
Hari itu ada kecelakaan di tol Purbaleunyi km 81, akibatnya kami sampai Bandung saat jam makan siang. Kami langsung menuju ke Mie Naripan yang berada di jalan Naripan 108, Kebon Pisang. Kali pertama kami mencoba makan disini. Mie dan baksonya enak (catatan : menu nonhalal, ada juga menu ayam tapi apakah masih halal atau tidak, saya kurang paham), kami pun puas santap siang disini.
Seolah gayung bersambut, tiba di lobi hotel kami disambut staf hotel yang berbaju dan bertopi jadul ala Belanda. Melihat itu saya serasa kembali ke tempo dulu hihihi... Apalagi ada mobil antik dan deretan sepeda kumbang di depan lobi. Memasuki area lobi pun suasana tempo dulu terasa sekali, dari ornamen, lukisan, dan furnitur yang ada. Jadi semakin ingin jalan pagi menikmati kota Bandung dari sisi lain!
Titik Nol Kilometer Kota Bandung
Baru berjalan beberapa meter, saya melihat ada semacam kereta, tepatnya di depan kantor Dinas Bina Marga kota Bandung. Namanya juga turis ya (ceilehhh...) jadi saya tertarik untuk mengambil foto hihihi. Tetapi ternyata itu bukan kereta, tapi mesin penggilingan (stoomwals) yang dijadikan monumen. Monumen stoomwals ini didedikasikan untuk rakyat Priangan yang menjadi korban kerja paksa pembangunan jalan raya pos Daendels yang memanjang dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur).
Selain itu ada prasasti Bandoeng KM 0 (Nol) dan 4 patung, masing-masing 2 di sisi kiri dan kanan. Di sebelah kiri adalah patung Ir. Soekarno (presiden RI tahun 1945) dan Mas Soetarjo Kertohadikusumo (gubernur Jawa Barat tahun 1945). Sedangkan di sebelah kanan adalah H. W. Daendels (gubernur jenderal Hindia Belanda) dan R.A. Wiranatakusumah II (bupati Bandung) Alhasil saya pun menyempatkan untuk membaca prasasti tersebut.
Prasasti ini ditulis dalam 2 versi, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Isinya sebagai berikut :Â
H.W. Daendels, gubernul jenderal (1808-18011) yang ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda, mengemban tugas salah satunya harus membangun JALAN RAYA POS ( GROTE POSTWEG) dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur).
Tujuan utama membangun JALAN RAYA POS, adalah untuk memperlancar komunikasi antar daerah dalam rangka memperkuat pertahanan  di pulau Jawa.
Seusai pembangunan jembatan sungai Cikapundung pada sekitar tahun 1810, untuk pertamakalinya dilewati, gubernur jenderal H. W. Daendels dan bupati Bandung R.A.A Wiranatakusumah II melanjutkan berjalan kaki, Â sesampainya di tempat ini H.W. Daendels sambil menancapkan tongkat kayu berkata : " ZORG, DAT ALS IK TERUG KOM HIER EEN STAD IS GEBOUWD" (Dalam Rangkaian DE GROOTE POSTWEGnya). Artinya : "COBA USAHAKAN, BILA AKU DATANG KEMBALI, DI TEMPAT INI SUDAH DIBANGUN SEBUAH KOTA."
Di tempat ini pulalah masyarakat kemudian membuat patok berupa tugu yang menyatakan  tanda KILOMETER "0" (NOL). Sampai saat sekarang, patok ini dipergunakan sebagai posisi KM Bd. 0+00
Menyusuri jalan Asia Afrika dari hotel Prama Grand Preanger hingga alun-alun kota sangat menyenangkan. Trotoar lebar, bersih, dan indah. Pot-pot bunga cantik menambah semarak pemandangan. Begitu juga kursi-kursi taman yang ada di sepanjang trotoar. Jika ingin istirahat, tinggal duduk manis menikmati suasana.
Jalan pagi kami ternyata tidak mencapai target. Kurang sedikit lagi sudah sampai alun-alun kota, tapi "pasukan" sudah kelaparan. Jadilah kami jalan kembali ke hotel untuk sarapan. Saya cukup puas jalan pagi, meskipun hanya sebentar. Sebelum jalan balik menuju hotel, tulisan ini yang saya baca di tembok bangunan museum BNI : "Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum" (M.A.W Brower). Hmmm... Kota Bandung memang cantik dan menarik. Benar kan ya?
(RR)