Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Minggu Pagi di Titik Nol Kilometer Bandung

26 Maret 2018   07:00 Diperbarui: 26 Maret 2018   08:22 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah berulang-kali pergi ke Bandung, tapi jujur saya tidak terlalu tahu ibukota provinsi Jawa Barat ini. Yang saya tahu hanya seputar tempat wisata mainstream, belanja, dan makan. Karena Bandung adalah kota metropolitan yang selalu macet, tiap kali kesana keliling kota untuk sekedar melihat-lihat saja.

Entah kenapa, mungkin juga sebuah kebetulan, akhir pekan yang lalu (17/3) saya spontan saja jalan ke kota Bandung. Awalnya sih hanya ingin family staycation dan mengajak anak ke Rabbit Town ( Baca juga : "Rabbit Town" Bandung, Kota Kekinci Lucu yang Wajib Dikunjungi ). Bahkan untuk booking hotel pun, saya lakukan dalam perjalanan menuju kesana.

Karena tujuan jalan-jalan kali ini lebih banyak ke family staycation, maka pertimbangan dalam memilih hotel lebih detil. Biasanya, yang prinsip sih : ukuran kamar, fasilitas kolam renang, children activity, makanan, dan lokasi yang stategis. Akhirnya pilihan kami jatuh ke salah satu hotel heritage di jalan Asia-Afrika.

Kuliner Bakmi Naripan

Hari itu ada kecelakaan di tol Purbaleunyi km 81, akibatnya kami sampai Bandung saat jam makan siang. Kami langsung menuju ke Mie Naripan yang berada di jalan Naripan 108, Kebon Pisang. Kali pertama kami mencoba makan disini. Mie dan baksonya enak (catatan : menu nonhalal, ada juga menu ayam tapi apakah masih halal atau tidak, saya kurang paham), kami pun puas santap siang disini.

Mie Naripan (Dok. Pribadi)
Mie Naripan (Dok. Pribadi)
Selesai makan, kami segera menuju ke hotel yang ternyata tidak jauh dari Mie Naripan tadi. Mendekati hotel, suasana jalan dan bangunan terlihat tua namun rapi dan indah. Apalagi waktu itu hari libur nasional sehingga tidak banyak aktivitas. Melihat deretan bangunan tua di jalan Tamblong, anak saya senang seperti melihat suasana baru. Saya pun berpikir sepertinya kawasan  nuansa heritage ini cocok untuk jalan pagi esok hari.

Seolah gayung bersambut, tiba di lobi hotel kami disambut staf hotel yang berbaju dan bertopi jadul ala Belanda. Melihat itu saya serasa kembali ke tempo dulu hihihi... Apalagi ada mobil antik dan deretan sepeda kumbang di depan lobi. Memasuki area lobi pun suasana tempo dulu terasa sekali, dari ornamen, lukisan, dan furnitur yang ada. Jadi semakin ingin jalan pagi menikmati kota Bandung dari sisi lain!

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Kepada staf hotel, kami menanyakan apakah ada Car Free Day (CFD) Minggu pagi. Mereka menjawab bahwa biasanya ada CFD di hari Minggu pagi tapi tidak selalu. Esoknya, "pasukan" saya bangunkan pagi-pagi. Tepat jam 6.00 kami mulai jalan pagi menyusuri jalan Asia Afrika. Meskipun ternyata tidak ada CFD, tapi asyik jalan pagi disini.

Titik Nol Kilometer Kota Bandung

Baru berjalan beberapa meter, saya melihat ada semacam kereta, tepatnya di depan kantor Dinas Bina Marga kota Bandung. Namanya juga turis ya (ceilehhh...) jadi saya tertarik untuk mengambil foto hihihi. Tetapi ternyata itu bukan kereta, tapi mesin penggilingan (stoomwals) yang dijadikan monumen. Monumen stoomwals ini didedikasikan untuk rakyat Priangan yang menjadi korban kerja paksa pembangunan jalan raya pos Daendels yang memanjang dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur).

Selain itu ada prasasti Bandoeng KM 0 (Nol) dan 4 patung, masing-masing 2 di sisi kiri dan kanan. Di sebelah kiri adalah patung Ir. Soekarno (presiden RI tahun 1945) dan Mas Soetarjo Kertohadikusumo (gubernur Jawa Barat tahun 1945). Sedangkan di sebelah kanan adalah H. W. Daendels (gubernur jenderal Hindia Belanda) dan R.A. Wiranatakusumah II (bupati Bandung) Alhasil saya pun menyempatkan untuk membaca prasasti tersebut.

Prasasti Bandung Titik KM
Prasasti Bandung Titik KM
Setelah baca prasasti, baru saya tahu ternyata kami berada di titik 0 kilometer kota Bandung! Langsung deh saya cari dan amati tugu 0 km yang berupa patok beton. Tugu tersebut tepat didepan saya berdiri. Oalah... disini toh titik o kilometer Bandung!

Di Titik KM 0 Bandung (Dok. Pribadi)
Di Titik KM 0 Bandung (Dok. Pribadi)
Prasasti Bandoeng KM 0 (Nol)
Prasasti ini ditulis dalam 2 versi, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Isinya sebagai berikut : 

H.W. Daendels, gubernul jenderal (1808-18011) yang ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda, mengemban tugas salah satunya harus membangun JALAN RAYA POS ( GROTE POSTWEG) dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur).

Tujuan utama membangun JALAN RAYA POS, adalah untuk memperlancar komunikasi antar daerah dalam rangka memperkuat pertahanan  di pulau Jawa.
Seusai pembangunan jembatan sungai Cikapundung pada sekitar tahun 1810, untuk pertamakalinya dilewati, gubernur jenderal H. W. Daendels dan bupati Bandung R.A.A Wiranatakusumah II melanjutkan berjalan kaki,  sesampainya di tempat ini H.W. Daendels sambil menancapkan tongkat kayu berkata : " ZORG, DAT ALS IK TERUG KOM HIER EEN STAD IS GEBOUWD" (Dalam Rangkaian DE GROOTE POSTWEGnya). Artinya : "COBA USAHAKAN, BILA AKU DATANG KEMBALI, DI TEMPAT INI SUDAH DIBANGUN SEBUAH KOTA."
Di tempat ini pulalah masyarakat kemudian membuat patok berupa tugu yang menyatakan  tanda KILOMETER "0" (NOL). Sampai saat sekarang, patok ini dipergunakan sebagai posisi KM Bd. 0+00

Prasasti Bandoeng Titik KM
Prasasti Bandoeng Titik KM
Minggu Pagi yang Berkesan
Menyusuri jalan Asia Afrika dari hotel Prama Grand Preanger hingga alun-alun kota sangat menyenangkan. Trotoar lebar, bersih, dan indah. Pot-pot bunga cantik menambah semarak pemandangan. Begitu juga kursi-kursi taman yang ada di sepanjang trotoar. Jika ingin istirahat, tinggal duduk manis menikmati suasana.

Jalan Asia-Afrika Bandung (Dok. Pribadi)
Jalan Asia-Afrika Bandung (Dok. Pribadi)
Deretan bangunan di sepanjang jalan merupakan bangunan tua bersejarah, termasuk museum Asia Afrika, gedung Pikiran Rakyat, atau hotel Savoy Homan. Beberapa tampak anak muda berfoto di batu berbentuk bola dengan bertuliskan nama negara peserta KAA. Tampak juga orang berolahraga pagi dengan sepeda. Tapi saya lebih tertarik dengan penjual kue rangin yang di Bandung disebut bandros. Enaknya makan bandros anget-anget!

Bermain sambil belajar di sepanjang jalan (Dok. Pribadi)
Bermain sambil belajar di sepanjang jalan (Dok. Pribadi)
"Tit.. tit.. tit .. tit...," suara tersebut terdengar sampai ke telinga. Kok jadi serasa di lampu merah Singapura ya? Begitu batin saya. Ealah ternyata benar loh. Suara itu dari bunyi timer untuk pejalan kaki yang ingin menyeberang seperti yang ada di Singapura. Duh, norak ya? Harap Maklum di Cikarang tidak ada hahaha...
Jalan pagi kami ternyata tidak mencapai target. Kurang sedikit lagi sudah sampai alun-alun kota, tapi "pasukan" sudah kelaparan. Jadilah kami jalan kembali ke hotel untuk sarapan. Saya cukup puas jalan pagi, meskipun hanya sebentar. Sebelum jalan balik menuju hotel, tulisan ini yang saya baca di tembok bangunan museum BNI : "Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum" (M.A.W Brower). Hmmm... Kota Bandung memang cantik dan menarik. Benar kan ya?
(RR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun