Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Antara Kotabaru dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta

16 Maret 2024   17:04 Diperbarui: 16 Maret 2024   17:08 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik Nol Kilometer Yogyakarta/Foto: Hermard

Kata ngabuburit  (Sunda) berarti ngalantung ngadagoan burit atau bermain sambil menunggu waktu sore.

Sebenarnya ada banyak pilihan tempat ngabuburit yang dapat dijadikan pilihan saat  kita berada di Yogyakarta.

Semua tergantung pada niat  ngabuburit, apakah sekadar jalan-jalan mencari berbagai penganan, menelusuri jejak masa lalu,  mengembangkan hobi fotografi, atau sekadar menyenangkan anak-anak menanti kereta api melintas. 

Hal terakhir ini biasanya dilakukan orang tua sambil momong anak di timur stasiun Lempuyangan (di bawah jembatan layang)  dan di stasiun Patukan, Gamping, Sleman. 

Jangan takut terlambat berbuka puasa atau anak-anak merengek, karena di dua tempat itu banyak penjual makanan, minuman, dan mainan dengan memanfaatkan gerobak dorong atau motor dilengkapi rombong/kotak kaca untuk menaruh berbagai barang dagangan (termasuk penganan).

Kalau hanya sekadar jalan-jalan sambil mencari makanan  berbuka puasa, bisa merasakan sensasi pasar sore Ramadan Lembah UGM yang dinyatakan sebagai pasar Ramadan terpanjang di Yogyakarta atau pasar Ramadan Jalan Mondorakan Kotagede. 

Pilihan lain yang  ikonik adalah Kampung Ramadan Jogokaryan dan Pasar Sore Ramadan Kauman.  Tempat-tempat itu merupakan pasar Ramadan legendaris, menyediakan berbagai penganan tradisional maupun kekinian.

Kotabaru: Nieuwe Europeesche Villa-Park
Wilayah Kotabaru yang dipenuhi bangunan dengan gaya arsitektur kolonial Belanda/Indische, merupakan kota yang dibangun guna menampung orang-orang Eropa yang tak  lagi tertampung di kawasan Loji Kecil, Setyodiningratan,  Bintaran, dan  Jetis. 

Pemukiman Kotabaru (Ani Larasati) dibangun atas permintaan Cornelis Canne (sebagai residen) kepada Sri Sultan Hamengku Buwana VII agar diperbolehkan menggunakan lahan di sebelah utara kota guna tempat permukiman khusus orang Eropa. 

Kawasan permukiman ini awalnya bernama Nieuwe Wijk (Bruggen dan Wassing,  dalam Wahyu, 2011). Atau bisa juga disebut sebagai Nieuwe Europeesche Villa-Park, wilayah hunian bagi pegawai tinggi Belanda, pengusaha, maupun administratur pabrik gula.   

Dibangun pada akhir pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII (1877 -- 1921). Kawasan ini merupakan kawasan yang benar-benar baru dibangun terpisah dari Kota Yogyakarta lama.

Berbeda dengan bangunan di kampung lain yang hanya memperhatikan bentuk visual rumah, maka pembangunan  Kotabaru sejak awal sudah memberi perhatian pada lingkungan dan berbagai fasilitas umum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun