Apa yang ingin saya tuliskan terkait moment yang istimewa di Kompasiana. Blog bersama sejuta umat dan netizen yang mau berbagi cerita, kabar, opini serta tulisan-tulisan lain dengan bumbu fiksi maupun non fiksi.
Semua menyatu dalam etalase tulisan yang begitu semarak menghiasi hari-hari kita (khususnya penulis dan pembaca) yang terus berpacu dengan waktu untuk terus bisa menayangkan tulisan dalam setiap saat.
Tulisan yang sebenarnya adalah olah pikir dan hasil menelaah kejadian-kejadian yang terjadi, disertai imajinasi pribadi, nampaknya turut menjadi pemenuh aktivitas bersama ini.Â
Kadang saya berpikir, untuk apa menulis, jika tulisanmu begitu-begitu saja. Dan untuk apa menyemangati orang lain, jika dirimu kadang jatuh dalam kepenatan dan keputusasaan hidup.
Meski kepenatan dan keputusasaan ini kadang hadir begitu saja tanpa diundang, tapi ketika jemari ini kembali menyentuh tombol-tombol keyboard, energi yang semula mulai redup oleh lelahnya fisik, pada akhirnya lahir kembali dan terus tersurat di antara tulisan-tulisan lain.
Apakah ini hanya kebetulan, atau motivasi yang serius untuk terus berkarya tanpa batas. Karya yang paling tidak sebagai cermin agar saya bisa terus berkaca pada diri sendiri, dan bagaimana merefleksi pengalaman selama ini, apakah semakin baik atau justru tenggelam dalam suasana yang tidak menentu ini.
Ngompasiana memotivasi diri sendiri dan juga anak
Menjadi penulis pemula tentu penuh dengan kendala. Antara pede dengan hasil tulisan, atau semangat yang kadang mulai kendur dimakan usia atau aktivitas yang melelahkan.Â
Tapi, ini bukan sesuatu yang akan menenggelamkan semangat ini, tapi justru semangat ini membuat gairah untuk hidup dengan lebih baik semakin kuat. Dan ini saya tularkan pada anak-anakku. Meskipun kadang mereka menganggap apa yang tertulis itu di luar pemahaman dan ekspektasi mereka. Tapi, paling tidak, mereka akan tahu, bahwa ini lho tulisan orang tuaku. Aku akan belajar menulis seperti beliau dan berusaha lebih baik.
Dan memang benar, menulis itu adalah prinsip dan kepuasan. Telepas tulisan itu mau dibaca orang atau dianggap sampah tak berguna pun, sebuah karya itu akan terus abadi. Dan seingat saya, meskipun dengan kondisi tulisan yang mungkin "acak-acakan" tapi tetap saja ada yang terjebak pada judul dan tiba-tiba mau membaca sampai akhir. Dari satu pembaca, dan menjadi berpuluh-puluh pembaca lagi.