Mohon tunggu...
Mahfudz Tejani
Mahfudz Tejani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Seorang yang Nasionalis, Saat ini sedang mencari tujuan hidup di Kuli Batu Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Pernah bermimpi hidup dalam sebuah negara ybernama Nusantara. Dan juga sering meluahkan rasa di : www.mahfudztejani.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kefanatikan dalam Politik dan Sepak Bola Tidak Jauh Berbeda

23 Desember 2020   06:48 Diperbarui: 23 Desember 2020   22:27 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika politisi itu pindah partai atau lompat koalisi, mereka akan dipandang miring dan hina oleh para pendukungnya. Cap pengkhianat dan penjikat akan melekat di wajah politisi tersebut. Apalagi perpindahan itu, atas dasar karena dijanjikan kekuasaan.

Salah satu contoh adalah politisi sekaligus pengacara Ruhut Sitompul, yang suka berselancar dari partai ke partai lainnya. Resikonya beliau akan dianggap pengkianat oleh pendukung di partai lamanya. Namun kelebihannya beliau bisa hidup dalam setiap rezim yang berkuasa.

Lihat juga bagaimana reaksi kekecewaan pendukungnya, saat Prabowo Subianto bergabung dengan kabinet Joko Widodo. Kabinet rival kompetitornya, yang menang dalam bursa pemilihan presiden 2019.

Ditambah lagi dalam reshuffle kabinet kemarin, kandidat Cawapres dari Prabowo, yaitu Sandiaga Uno, turut serta bergabung dalam struktur kepemerintahan Jokowi. Beban kecewa akan semakin membesar dalam pendukung kandidat Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pemilu lalu.

Ada niat baik dari Prabowo dan Sandi dengan bergabung ke dalam struktural pemerintah. Disamping untuk menyatukan polarisasi (perbedaan/pembelahan publik) yang melebar diantara unsur bangsa, efek Pemilu. Mereka juga ingin mengabdikan diri kepada negara, atas kepakaran dan keahlian yang dimilikinya.

Namun, kita tidak bisa menyalahkan kecaman dari para pendukungnya, dalam meluapkan kekecewaanya. Alasanya, karena mereka mati-matian dengan segala cara untuk memenangkanya saat itu. Mereka juga berdarah-darah berjuang dan mengorbankan apa saja dalam mendapatkan suara untuk kandidat tersebut.

Banyak pelajaran dan hikmah yang kita ambil dari kejadian ini. Bahwa dalam berpolitik, kita jangan terlalu fanatik dalam mendukung kandidat yang diusungnya. 

Hingga saling menabrak adab dan adat ketimuran, mengorbankan ikatan silaturrahim, bahkan melakukan segala cara agar yang didukungnya menang.

Bersederhanalah dalam mendukung siapa saja dalam Pemilu akan datang. Karena di level elit politik, kita tidak tahu apa yang telah terjadi. Kesepakatan-kesepakatan apa yang telah terjadi diantara mereka. Karena tidak ada rival abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi.

Salam persatuan
#KitaIndonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun