Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bu Mien, Catatan Seorang Tentara, Seberkas Cahaya di Titik Nadir

23 November 2020   12:32 Diperbarui: 23 November 2020   12:34 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kakakku mulai sering sakit-sakitan sampai dia harus dirawat selama beberapa hari karena usus buntu yang mengharuskannya menjalani operasi. Disini ibu dihadapkan pada dilema seorang wanita karier. Memilih bekerja atau mengurus empat orang anaknya. 

Bagaimanapun perhatian seorang pembantu pasti berbeda dengan kasih sayang ibu kandung. Ibu juga tak mau merepotkan Mbah Putri di usia tuanya, beliau sudah bertekad untuk mandiri dalam segala hal.

Dengan berbagai pertimbangan ibu akhirnya memilih mengundurkan diri. Keputusan yang banyak disayangkan orang. Mengingat karier yang mungkin ibu capai sebagai tentara. Tapi naluri keibuannya lebih dominan. Keputusan ini membuat kami anak-anaknya bisa lebih dekat dengan ibu secara emosional.

Kemandirian dan keberanian ibu dalam mengambil keputusan ini sangat membekas di hati kami. Dan mempengaruhi anak-anaknya di kemudian hari.

Bertanggung Jawab dan Senang Berbagi

Setelah memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, ia menunjukkan tanggung jawabnya dengan baik mengurus kami sekeluarga. Saat itu kami masih mempekerjakan pembantu untuk bekerja di rumah.


Seiring waktu ayah mendapatkan fasilitas kendaraan dinas dari tempatnya bekerja. Karena keuangan yang mencukupi, ayah juga membeli 3 rumah lagi di kampung yang berbatasan dengan perumahan kami, rencananya mungkin untuk investasi dan tempat tinggal kami kelak ketika dewasa. Jaraknya sangat dekat hampir berhadap-hadapan dengan rumah yang kami tinggali.

Ketimbang rumah tersebut kosong, ayah meminta pertimbangan ibu bagaimana jika Mbah Putri pindah ke rumah tersebut agar rumah juga tidak mubazir dan bisa ada yang merawat. Ternyata ibu menyambut baik usulan tersebut, Mbah Putri juga bisa lebih mudah diawasi mengingat usianya yang sudah lanjut.

Walau terbilang mapan, keluarga kami terbiasa berbagi. Rumah kami menjadi tempat berkunjung dan menginap saudara-saudara baik dari pihak ayah maupun ibu. Mereka semua betah dengan keramahan yang ibu tunjukkan.

Banyak saudara dari kampung yang mencari kerja di kota menjadikan rumah kami sebagai persinggahan. Beberapa orang berhasil mendapatkan kerja dengan bantuan koneksi ayah baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Ibupun tak segan-segan menjamu dan memperlakukan mereka layaknya keluarga selama tinggal di tempat kami.

Semenjak Mbah Putri tinggal di dekat kami, ibu juga menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang anak menantu. Merawat dan memenuhi kebutuhan Mbah seperti layaknya orang tua sendiri. Boleh dibilang ini cukup luar biasa mengingat konflik yang biasanya sering terjadi jika seorang isteri tinggal berdekatan dengan mertua wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun