Oleh: Mahar Prastowo
Mereka turun dari truk. Berbaris. Berpeci. Bertubuh kurus, ada juga yang tambun. Sebagian berseragam putih dengan logo bulan sabit dan bintang di dada kiri. Di tangan mereka bukan bambu runcing, tapi kantong-kantong logistik, air mineral, dan karung berisi jenazah.
Itu bukan tentara. Bukan pula pasukan resmi negara. Tapi pasukan relawan Front Pembela Islam (FPI, kini Front Persaudaraan Islam) di hari-hari paling kelam ketika tsunami menggulung Aceh 2004 silam. Saya melihatnya. Mereka tidak menunggu anggaran cair. Mereka tidak peduli siapa yang beragama apa. Mereka hanya datang, menggali, mengangkat, dan menangis bersama rakyat.
Saya jadi teringat kutipan Bung Karno, yang oleh banyak orang dianggap sekadar retorika:
"Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
Di masa kini, kalimat itu bukan lagi retorika. Itu realita. Apalagi kalau bicara soal ormas---organisasi kemasyarakatan.
Di negeri ini, ormas bisa jadi malaikat... atau preman.
FPI: Dari Pengecam ke Penyelamat
Nama FPI tidak pernah sepi. Dulu diberitakan merusak warung remang-remang, di lain hari justru membuka dapur umum di tengah banjir. Dulu dituduh main hakim sendiri, di lain kesempatan merangkul korban bencana dan bencana kemanusiaan. Bahkan selai di pelosok dalam negeri, dapur umum FPI juga muncul beberapa kali di zona pembantaian manusia: Gaza.
Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber:
"Kalau soal bencana, FPI yang pertama kali sampai. Bahkan sebelum pemerintah buka posko," kata Irfan, relawan kemanusiaan lintas iman yang pernah berbarengan dengan FPI di Palu.
Saya percaya, meskipun bukan pendukung mereka. Karena saya sendiri pernah lihat FPI di Aceh, Yogya, Garut, Palu, dan lainnya. Juga melihat truk FPI di tengah banjir Jakarta, saat truk lembaga kebencanaan negara masih terbelit birokrasi.
Dan semua itu tidak dimuat di banyak media arus utama. Mungkin karena narasinya tak sesuai ekspektasi: bahwa "radikal" itu harusnya ditakuti, bukan membantu.
Lalu, Siapa PWI--LS Itu?
PWI--LS bukan singkatan dari Pers dan LSM seperti dugaan awam. Nama lengkapnya adalah Perjuangan Walisongo Indonesia -- Laskar Sabilillah, sebuah organisasi berbasis massa yang mengangkat identitas keislaman dan sejarah perjuangan Walisongo, serta mengklaim dirinya sebagai pelindung umat dari penindasan, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya.