Menagih Regulasi, Bukan Cuma Edukasi
Selama ini, penyelesaian masalah Paylater selalu didekatkan ke edukasi. Tapi realitasnya: tidak semua bisa belajar cepat, dan tidak semua sadar telah masuk dalam jebakan sebelum terjerat denda. Maka yang harus kita tagih adalah regulasi.
Mengapa tidak ada aturan batas maksimal bunga Paylater, sebagaimana bunga KUR atau kredit multiguna?
Mengapa tidak ada cooling-off period---waktu tunggu sebelum transaksi Paylater bisa dikonfirmasi---agar memberi ruang berpikir bagi konsumen impulsif?
Mengapa data galbay tidak disinkronkan dengan sistem perlindungan sosial negara? Jangan sampai seseorang  ditolak bantuan sosial karena "pernah gagal bayar Rp150 ribu." Akan menjadi ironis jika negara menggunakan data utang kecil sebagai dasar menolak warga miskin dari bantuan negara.
Siapa yang Menanggung Biaya Sosialnya?
Paylater tidak hanya mengubah pola belanja. Ia menggerus kepercayaan, merusak relasi, bahkan bisa memicu kekerasan. Dalam riset Komnas Perempuan (2023), ditemukan bahwa beban utang digital menjadi salah satu pemicu konflik rumah tangga, terutama di kalangan pasangan muda.
Bahkan ketika anak muda mencoba bertanggung jawab, jalan keluarnya tidak mudah. Lembaga keuangan konvensional enggan membantu karena skor kreditnya sudah buruk. Di sisi lain, penyedia Paylater tidak memberi opsi restrukturisasi yang manusiawi. Mereka lebih cepat menagih, lebih lambat memberi solusi.
Ini bukan masalah individu. Ini adalah krisis mikro yang jika dikumpulkan, akan menjadi ledakan makro: anak muda kehilangan akses kredit, kehilangan kepercayaan sosial, dan pada akhirnya kehilangan semangat untuk menabung masa depan.
Negara Jangan Hanya Menjadi Penonton
Sebagaimana pasar membutuhkan regulasi, inovasi pun butuh batas. Paylater bisa tetap hidup, tapi harus dikawal. Harus ada transparansi total dalam informasi bunga, denda, dan risiko. Harus ada mekanisme mediasi antara pengguna dan penyedia jasa. Harus ada sanksi untuk perusahaan yang memanfaatkan ketidaktahuan konsumen.
Dan paling penting: negara harus hadir bukan sebagai juru kampanye Paylater, tapi pelindung warganya dari jebakan sistemik.
Karena kalau tidak, generasi muda kita bukan hanya kehilangan uang, tapi juga kehilangan kepercayaan pada negara yang seharusnya membela mereka.
Penutup: Dari Utang Kecil ke Krisis Sosial
Betul kata  Karnita, dalam artikelnya berjudul Antara Klik dan Konsekuensi: Paylater dan Generasi Terlilit Nyaman: "Utang kecil yang dianggap remeh, bisa tumbuh menjadi benih yang menenggelamkan masa depan."Â