Coba bayangkan perasaan rakyat di daerah pemilihan (dapil). Mereka memilih anggota DPR dengan harapan punya wakil yang bisa menyuarakan aspirasi. Tapi sering kali, anggota DPR baru muncul menjelang pemilu, mulai dari bagi-bagi kaos, janji manis, lalu menghilang.
Turun ke dapil tidak harus dalam bentuk acara besar. Sesederhana ngobrol di warung kopi, ikut panen bareng petani, mendengar nelayan di dermaga, atau menyapa guru di sekolah dasar. Kehadiran fisik menunjukkan kepedulian nyata.
Buat rakyat, itu jauh lebih berharga ketimbang baliho besar di pinggir jalan. Kehadiran langsung adalah cara DPR membuktikan bahwa kalian bukan hanya di Senayan, tapi juga di tengah rakyat. Ketimbang kunker terus ke luar negeri, kenapa tidak memperbanyak kunker ke dapil sendiri?
2. Gunakan Bahasa yang Sederhana
Mari jujur, sidang DPR kadang terasa seperti kuliah hukum atau ekonomi tingkat dewa. Istilah asing, angka-angka besar, istilah teknis yang bikin rakyat awam bingung. Padahal, rakyat yang membiayai kerja DPR lewat pajak, punya hak untuk paham.
Kalau DPR bisa menjelaskan kebijakan dengan bahasa sederhana, misalnya lewat video singkat di media sosial, rakyat akan merasa lebih dekat. Misalnya, alih-alih bicara "subsidi energi dialokasikan untuk stabilisasi fiskal," cobalah katakan, "Kami sedang memastikan harga listrik dan BBM tidak naik terlalu tajam."
Bahasa sederhana bukan berarti merendahkan. Justru itu bentuk penghargaan, karena DPR mau menyambungkan dunia politik yang rumit dengan kehidupan rakyat sehari-hari.
3. Buka Ruang Dialog Rutin
Demo sering terjadi karena rakyat merasa tidak punya pintu masuk. Coba bayangkan kalau DPR punya forum rutin, baik offline maupun online, di mana rakyat bisa ikut bicara. Misalnya:
- Forum bulanan di balai desa yang terbuka untuk umum,Â
- Sesi tanya-jawab live streaming di media sosial, di mana rakyat bisa komentar langsung.
- Kotak aspirasi digital di website DPR yang benar-benar dibaca dan ditindaklanjuti, bukan sekadar formalitas.
Kalau jalur ini berjalan, rakyat tidak perlu menunggu isu menumpuk lalu meluapkan kemarahan di jalan. Mereka tahu ada ruang untuk bicara, dan suara mereka punya tempat di telinga wakilnya.
4. Transparansi Itu Kunci
Zaman sudah berubah. Rakyat sekarang lebih pintar, lebih kritis. Data anggaran bisa diakses siapa saja. Berita tentang gaji dan tunjangan DPR sudah tersebar di mana-mana. Kalau DPR coba menutup-nutupi akuntabilitas, justru akan semakin memperburuk kepercayaan publik.
Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya soal uang, tapi juga soal proses pengambilan keputusan. Misalnya, ketika membahas rancangan undang-undang. Jangan tiba-tiba rakyat kaget ada UU baru yang isinya tidak sesuai aspirasi. Publikasikan sejak awal, biar rakyat bisa ikut mengawal.
Dengan transparansi, rakyat akan merasa dilibatkan. Mereka akan lebih percaya bahwa wakilnya memang bekerja, bukan sekadar duduk di kursi empuk.