Sering kali DPR sibuk membahas isu-isu besar yang terasa jauh dari dapur rakyat. Padahal, kebutuhan dasar masyarakat itu sederhana, mulai dari harga beras yang stabil, ongkos transportasi yang terjangkau, biaya sekolah yang tidak mencekik, dan akses kesehatan yang mudah.
Kalau DPR mau serius menaruh perhatian di sana, kepercayaan rakyat akan tumbuh. Contohnya, ketika membahas APBN, alokasi anggaran seharusnya benar-benar memihak rakyat kecil, mulai dari subsidi pupuk, bantuan UMKM, hingga perbaikan infrastruktur desa dan fasilitas kesehatan dasar.
Bukan hanya itu, DPR juga punya kesempatan emas untuk meloloskan regulasi yang langsung terasa manfaatnya bagi masyarakat luas. Salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. UU ini penting karena menyasar aset hasil korupsi dan tindak pidana yang merugikan negara.Â
Bayangkan jika aset-aset haram yang nilainya triliunan rupiah bisa dikembalikan ke kas negara, lalu dialokasikan untuk program-program pro-rakyat seperti pendidikan gratis, layanan kesehatan yang layak, dan subsidi pangan.
Itu baru namanya politik yang menyentuh rakyat secara nyata, bukan sekadar pidato manis menjelang pemilu, tapi keberanian mengembalikan hak rakyat lewat kebijakan yang adil.
6. Respons Cepat, Jangan Menunda
Salah satu hal yang bikin rakyat kesal adalah lambatnya respons. Saat ada isu krusial, entah soal kenaikan harga pangan, bencana alam, atau krisis kesehatan, DPR kadang terkesan menunggu sampai rakyat marah besar baru bereaksi.
Padahal, respons cepat meski sederhana sudah bisa membuat rakyat merasa didengar. Contoh kecil, ketika harga beras naik, DPR bisa segera membuat pernyataan resmi, membentuk tim pengawasan, atau mengunjungi pasar. Rakyat akan melihat ada aksi, bukan sekadar diam.
Ingat, dalam dunia komunikasi, respons cepat lebih penting daripada respons sempurna. Lebih baik bicara sekarang dengan niat baik, daripada menunda dan kehilangan kepercayaan rakyat.
7. Ingat! Gaji dan Fasilitas Kalian dari Rakyat
Ini poin paling mendasar, tapi sering terlupakan. Mobil dinas, rumah jabatan, gaji, tunjangan besar DPR, semua itu berasal dari uang rakyat. Dari pajak yang dibayar pedagang, buruh, guru, driver ojol, hingga petani.
Kalau DPR abai pada rakyat, sama saja mereka melupakan siapa yang membiayai hidupnya. Sedikit empati bisa menghapus jarak. Misalnya, anggota DPR yang memilih naik transportasi umum sekali-sekali, atau yang mau mendengar langsung keluhan rakyat kecil tanpa protokol berlapis.
Ketika rakyat melihat wakilnya rendah hati dan tidak lupa asal-usul, jarak itu akan menipis. Dan kepercayaan yang terbangun bisa jauh lebih kuat daripada seribu baliho.