Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Gaji Boleh Aman, tapi Arus Kas Keluarga Bisa Bohong Loh!

3 Juli 2025   20:20 Diperbarui: 14 Agustus 2025   11:32 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahas keuangan keluarga, waspada arus kas! (Foto: Freepik)

Kita merasa aman karena pemasukan lancar, tapi lupa bahwa arus kas yang sehat jauh lebih penting daripada jumlah uang di rekening. Berikut ini beberapa penyebab kenapa banyak rumah tangga tampak "baik-baik saja," padahal sebenarnya sedang bocor di dalam.

1. Fokus ke pemasukan, lupa pengeluaran.

“Gaji suami udah cukup kok,” adalah kalimat yang sering saya dengar, dan jujur, dulu saya juga sering bilang begitu. Tapi kenyataannya, banyak dari kita hanya melihat angka masuk, tanpa pernah benar-benar melihat aliran keluarnya.

Kita pikir semua baik-baik saja karena pemasukan tetap, padahal detail pengeluaran nggak pernah dicatat. Akhirnya, uang seperti menguap. Kita tahu uang masuk, tapi nggak tahu ke mana perginya.

Padahal, arus kas adalah napas dari keuangan keluarga. Kalau keluar lebih banyak dari masuk, bahkan gaji puluhan juta pun bisa bikin stres menjelang akhir bulan.

2. Asumsi "selama bisa bayar berarti aman"

Ini jebakan klasik. Kita merasa "aman" selama masih bisa bayar listrik, cicilan, uang sekolah, dan belanja bulanan. Sayangnya, asumsi ini sering membuat kita lupa menabung.

Banyak keluarga yang sebenarnya tidak punya dana darurat, tidak menyiapkan tabungan pendidikan anak, dan tidak punya investasi jangka panjang. Semua uang habis di pengeluaran rutin, tanpa sisa.

Ironisnya, saat kondisi darurat datang, misalnya anak sakit, suami kena PHK, kendaraan rusak, kita baru sadar, ternyata kita nggak benar-benar aman. Kita cuma terlihat aman.

3. Gaya hidup naik, kontrol tidak ada.

Gaji naik itu menyenangkan, tapi seringnya, pengeluaran juga naik tanpa terasa. Mulai dari langganan streaming tambahan, upgrade HP atau laptop, makin sering makan di luar, atau pengeluaran impulsif lainnya.

Gaya hidup kita berkembang, tapi pengelolaan tidak. Kita nggak menyesuaikan strategi budgeting, nggak nambah tabungan, dan tetap tanpa rencana keuangan.

Akhirnya, meski gaji bertambah, kita tetap ngos-ngosan. Bahkan kadang lebih stres, karena beban gaya hidup makin tinggi. Kita lupa bahwa kesejahteraan bukan soal banyaknya uang, tapi kendali atas uang.

4. Istri nggak tahu detail

Ini poin yang sering jadi akar miskomunikasi. Kadang suami punya sistem sendiri, baik itu pengaturan rekening, cicilan, asuransi, tapi istrnya nggak diajak diskusi. Istri jadi nggak tahu total pengeluaran, nggak tahu mana yang prioritas, dan akhirnya bikin keputusan belanja berdasarkan “kira-kira."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun