Tanggal 14 Juli nanti adalah tanggal yang sudah lama saya lingkari di kalender. Bukan ulang tahun, bukan hari libur, bukan juga cuti mudik, tapi hari pertama sekolah untuk anak-anak saya. Ya, dua anak kembar saya akan resmi menjadi murid SD.
Dua anak kembar saya lahir di hari yang sama, tapi punya kebutuhan dan cara tumbuh yang berbeda. Salah satunya masuk kelas reguler, satunya lagi kelas inklusi.
Saya tidak pernah membayangkan momen ini akan membuat hati saya begitu ramai. Campur aduk. Bahagia, bangga, cemas, sedih, haru.
Mereka masih begitu kecil di mata saya. Masih anak-anak yang rebutan mainan. Yang berebut pangkuan saat bersantai bersama keluarga. Yang nangis minta disuapi kalau sedang malas makan.
Dan sekarang mereka bersiap memakai seragam. Sepatu baru. Tas berisi buku tulis bergaris. Dan saya harus siap mengantar mereka sampai gerbang sekolah.
Banyak orang bilang, "Ya biasa saja, semua anak juga sekolah." Tapi semua orang tua tahu, ini bukan sekadar hari biasa. Buat saya, ini adalah sebuah "peralihan."
Dari rumah ke sekolah. Dari pelukan saya, ke tangan orang lain yang akan membantu mereka belajar. Dari anak yang sepenuhnya saya arahkan, ke anak yang harus mulai mengambil langkah sendiri. Dan di sanalah makna melepas, bukan menjauh, tapi justru cara saya mendekat dengan cara berbeda.
Melihat Mereka Tumbuh dengan Cara Mereka Sendiri
Saya belajar menerima bahwa anak kembar saya akan berangkat ke SD bersama, tapi tidak akan selalu duduk di bangku yang sama. Satu anak akan masuk kelas reguler, belajar membaca, berhitung, menulis cerita, menyusun kalimat.
Satu anak lagi akan masuk kelas inklusi. Ia akan dbimbing lebih pelan dengan metode berbeda dan dengan perhatian lebih.
Saya ingat waktu mengisi Data Wajib Murid beberapa waktu lalu. Ada kolom "Kebutuhan Khusus."