Mohon tunggu...
Lutfia Hardiantari
Lutfia Hardiantari Mohon Tunggu... berteman dengan sastra

Sedang mencoba menulis untuk dikenang di hari tua nanti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Drupadi Menggugat Pandawa

25 Maret 2025   21:08 Diperbarui: 25 Maret 2025   21:06 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Pancali menahan rekayasa senyumnya di atas pelaminan, ia duduk di antara lima laki-laki yang telah resmi menjadi suaminya. Entah apa yang ada di pikiran orang lain melihat seorang istri memiliki lima suami seperti dirinya, apakah ia “ditaklukan” atau “diratukan” oleh kelima suaminya. Namun nyatanya, Drupadi merasa dirinya hanya akan menjadi objek belaka bagi mereka.

Objek pemuas nafsu, objek reproduksi, objek domestik, dan objek keperkasaan seorang pemimpin laki-laki, katanya di balik laki-laki yang hebat ada seorang perempuan yang selalu di sandingnya. Ia tolak mentah-mentah semua praanggapan itu, mulai sekarang ia harus ada di posisi superior, tubuh Drupadi hanyalah miliknya seorang bukan lima suaminya apalagi keturunan dari lima suaminya. Drupadi tidak mau badannya remuk redam demi menghasilkan keturunan-keturunan, yang nantinya juga akan dianggap sebagai simbol kejantanan para suaminya.

Drupadi juga ingin menggelorakan namanya sendiri, tidak di belakang nama-nama suaminya. Dengan penuh rasa sadar, sang suami pertamanya, Puntadewa membuatkan istana untuk Drupadi agar ia dapat bebas melakukan segala keinginannya. Janji temu untuk saling bercengkrama juga diatur secara tegas oleh Drupadi di istana tersebut. Sang Raja Indraprastha pun tunduk di bawah Drupadi jika ia tengah berada di wilayah istana.

Dari kelima suaminya, Drupadi paling banyak menghabiskan waktu bersama Arjuna. Drupadi lebih leluasa berbincang-bincang dengan Arjuna membicarakan keteguhan prinsipnya, berdebat persoalan-persoalan politik dan pemerintahan, serta bercumbu rayu di bawah kelambu beralaskan kain beludru ungu. Drupadi tidak begitu acuh dengan keempat suaminya sampai ia merasa muak dengan Arjuna karena ia terus-terusan membawa perempuan saat pulang dari medan perang.

 “Ini simbol kemenanganku atas pertempuran-pertempuran itu, Drupadi.”

 “Ku akui kau memang hebat Arjuna, tapi kau payah dalam menjaga hati seorang perempuan. Aku sudah tidak leluasa lagi denganmu.”

Mengobati rasa sakit hati Pancali, Puntadewa menghiburnya hampir setiap hari. Jika bersama Arjuna, Drupadi menjadi sosok tegas dan mandiri, lalu saat bersama Puntadewa, Drupadi menjadi sosok yang lembut, penuh perhatian, dan kadang kala manja. Kelembutan hati dan sikap Puntadewa seolah mampu melunturkan prinsip tegasnya. Puntadewa selalu mencurahkan persoalan yang mengganjal hatinya kepada Drupadi, begitu juga sebaliknya. Dekapan tubuh dan usapan di surai Puntadewa oleh Drupadi menjadi penenang kecamuk badai di jiwa Puntadewa, Sang Raja Indraprastha.

Munafik jika Drupadi tidak menyebutkan perannya dari sisi psikologis untuk selalu mendukung Puntadewa dalam menyelesaikan tugas kenegaraannya. Tetapi Drupadi berpegang teguh pada prinsipnya.

“Kita ini teman sampai mati, bahkan setelahnya. Kita saling berbagi jiwa bukan untuk saling mencari validasi orang lain, kita saling berkomunikasi untuk melanggengkan hubungan.” 

“Apa pun pernyataanmu, aku sungguh merasa sangat nyaman berada di sampingmu. Kau telah memberiku banyak dukungan untuk membangun negara ini. Aku akan selalu menghormatimu sebagai seorang ratu, bukan hanya sebagai seorang istri belaka.”

Kelesuan di raut wajah Puntadewa disadari oleh Drupadi yang sedang berbaring di dipan dengan kain beludru ungu di atasnya. Drupadi menegakkan tubuhnya dan duduk menghadap Puntadewa yang masih berdiri di samping pelita, membelakanginya, kemudian ia mengusap wajahnya perlahan sambil mengembuskan napas.

 “Apa persoalan yang menganggu waktu istirahatmu, Kakanda Puntadewa?”

“Aa..aku, aku tidak tahu harus berbuat apa.”

Drupadi memahami perasaan suaminya, ia bangun dari dipannya, mendekat pada Puntadewa lalu meraih tangannya untuk digenggam, sedang tangannya yang lain memberikan usapan pada lengan Puntadewa yang kokoh oleh otot.

“Lebih baik kau duduk dahulu, kemudian ceritakan kegundahanmu padaku.” 

Mereka berdua duduk di atas dipan, butuh waktu beberapa lama sampai Puntadewa mengungkapkan kegelisahannya.

“Hastinapura mengirimkan undangan kepada Pandawa untuk bermain dadu. Paman Sengkuni tiada tandingannya bermain dadu, aku takut akan terjadi suatu tragedi. Namun, jika aku tolak undangan itu, bukankah aku akan menjadi raja yang buruk karena tidak memenuhi undangan?”

“Kakanda, takdir selalu membawa kita untuk berlabuh di tempat yang kita tidak duga sebelumnya, jauh lebih baik dari harapan kita. Apakah kau pernah menyangka kita akan bersama jika Arjuna tidak memutuskan untuk menyamar menjadi brahmana dan memenangkan sayembara itu.”

“Benar juga, berbagai persoalan di masa laluku telah membawaku sampai di titik ini. Setidaknya aku selalu mencoba bertahan.”

Hening sejenak, Puntadewa tengah merumuskan keputusannya. Drupadi merapikan anak rambutnya yang mencuat dari helaiannya, menyisirnya dengan jari-jari tangan sampai ke ujung helai.

“Baiklah, bersiaplah lusa kita akan menuju Hastinapura untuk memenuhi undangan itu. Pakailah pakaian yang membuatmu nyaman, cuaca sedang dingin.”

Perbincangan mereka berakhir saat Drupadi meniup pelita terakhir yang menerangi kamar, menyisakan gelap sebagai penghantar tidur. Puntadewa masih terjaga, tuturannya pada Drupadi sebelum ia meniup pelita terakhir hanya sebagai penenang Drupadi belaka. Puntadewa tidak ingin terlalu membebani jiwa Drupadi. Esok hari Puntadewa akan menemui Widura untuk mengungkapkan kegelisahan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun