Mohon tunggu...
Lufnatul Awwaliyah
Lufnatul Awwaliyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Konten Budaya

Mari bercerita tentang budayamu dan budayaku

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Dari Sisi Positif dan Negatif Sampai Film "The Social Dilemma", Benarkah Media Social Menimbulkan Efek Candu?

14 Juli 2021   08:15 Diperbarui: 14 Juli 2021   08:19 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto diambil dari Pixabay

Butuh waktu berabad-abad bagi manusia untuk menciptakan zaman yang canggih, zaman dimana segala hal begitu mudah dilakukan berkat teknologi. Teknologi dirangkai oleh ilmuwan terdahulu dan masa kini untuk mempermudah tugas manusia, tidak sedikit dari mereka menghabiskan hidupnya untuk menciptakan seperangkat alat canggih tersebut.

Sebelum lanjut ke pembahasan berbagai hal tentang teknologi, adakalanya jika kita mengetahui apa arti dari teknologi. Jangan sampai ya, kalian yang sudah sering menyebut dan mendegar kata "Teknologi" justru tidak mengetahui apa itu teknologi.

Definisi atau pengertian teknologi secara umum ialah ilmu yang berhubungan dengan alat atau mesin yang diciptakan untuk mempermudah manusia dalam menyelesaikan berbagai macam masalah atau pekerjaan yang terdapat di dunia. Masalah itu bisa mencakup berbagai aspek, entah itu ekonomi, budaya, politik, pendidikan dan lain-lain.

Dilansir dari web tekhnologi.id, istilah teknologi sendiri berasal dari perpaduan dua kata, yaitu techne dan logos. Kata techne dalam bahasa Yunani memiliki arti keterampilan sedangkan logos berarti ilmu. Secara singkatnya, pengertian teknologi berarti ilmu yang mempelajari tentang keterampilan. Penggunaan istilah teknologi sendiri diadopsi dari bahasa Inggris "Technology" sejak abad ke-20 yang bersamaan dengan berakhirnya Revolusi Industri Kedua.

Jadi bisa disimpulkan jika tekhnologi adalah ilmu pengetahuan yang mempempelajari tentang keterampilan, dimana kemudian dari hasil belajar keterampilan tersebutlah seseorang membentuk berbagai alat (terampil).


Perlu diketahui pula jika tekhnologi berkembang pada saat dunia memasuki Revolusi Industri 3.0. Sebelum era 3.0 ada era 1.0 dan 2.0,  yang mana di era tersebut teknologi tidak begitu dikenal dan belum berkembang.

Era 1.0, di lansir dari wartaekonomi.co.id, era 1.0 terjadi pada abad ke-18 yang mana pada abad tersebut mesin uap ditemukan. Mesin uap digunakan sebagai alat tenun mekanis yang dapat mempermudah serta mempercepat pekerjaan industri tekstil. Selain digunakan pada industri tekstil, mesin uap juga digunakan pada alat transportasi yaitu kapal. Sebelumnya kapal menggunakan tenaga angin, namun hal tersebut terbilang kurang efektif di karenakan arah angin yang kadang berubah-ubah.

Bayangkan saja jika anda ingin pergi ke Australia dan berangkat dari Indonesia, namun angin bertiup dari selatan bisa-bisa anda ke China bukan ke Australia. Maka manusia saat itu menciptakan alat yang bisa mempermudah perjalanan. Inilah sisi positif dari tekhnologi saat itu, membantu pekerjaan manusia. Apalagi saat ditemukan mesin uap yang lebih canggih oleh Jamess Watt, mesin tersebut mampu bertahan hingga 24 jam, hal itu membantu perjalanan jarak jauh dikalangan bangsa eropa.

Namun, dibalik sisi positif juga terdapat sisi negatif. Bahkan bisa dibilang sisi negatif lebih unggul di banding sisi positif. Selain pencemaran lingkungan akibat uap yang dihasilkan, hal inilah pula yang mendorong bangsa eropa untuk menjelajahi dunia. Dari penjelajahannya ke berbagai benua itu pula timbul jiwa penjajah dari bangsa eropa. Sehingga pada saat itu bangsa eropa berniat menguasai beberapa negara di Asia dan Afrika.

Era 2.0, terjadi pada abad ke-20.Di era ini tenaga listrik ditemukan, sehingga pekerjaan yang masih menggunakan mesin uap diganti dengan tenaga listrik, selain murah juga terbilang praktis. Di era ini pulalah, mobil diciptakan. Namun, karena pembuatan mobil yang manual atau dirakit satu-satu oleh orang bukan mesin membuat pembuatan mobil memakan waktu yang lama.

Karena kecanggihan tekhnologi listrik juga banyak dari kalangan militer yang berinisiatif menciptakan tank, tembak dan perlengkapan militer lainnya. Hal ini di persiapkan untuk persiapan menuju perang dunia-II.

Era 3.0, era yang sudah bisa di bilang canggih. Teknologi berkembang menjadi teknologi informasi. Jika di era 1.0 dan 2.0 manusia masih mendominasi pekerjaan, di era 3.0 bisa dibilang mesin cukup canggih sehingga mesin mampu mendominasi pekerjaan manusia di berbagai bidang.

Abad informasi dan komunikasi di mulai pada era ini. Komputer pertama kali diciptakan oleh tentara sebagai mesin untuk memecah kode Nazi bernama Colossus. Namun, kemajuan tekhnologi begitu pesat setelah perang dunia dua. Terdapat penemuan semi konduktor, transistor, dan kemudian integrated chip (IC).

Era 4.0, adalah era dimana kita bisa merasakan kehadiran teknologi yang lekat dengan kehidupan. Kita bisa mengenal big data dan media sosial di era ini. Gabungan antara teknologi otomatis dan cyber menciptakan banyak hal.

Era 4.0 awalnya di buat oleh berbagai ahli bidang di Jerman, yang mana para ahli tersebut melihat peluang teknologi yang begitu besar. Hal ini juga di kaitkan dengan tingkah laku manusia yang memiliki kecenderungan selalu menggunakan teknologi di setiap kehidupan. Oleh karena itu era 4.0 ini menitik beratkan pada era komputerisasi.

Banyak kemudian pekerjaan manusia yang beralih menjadi pekerjaan mesin dan situs. Namun, tak bisa di pungkiri, jika teknologi informasi dan komunikasi banyak membantu kehidupan manusia. Misal jika dahulu untuk bertemu dengan keluarga atau teman jauh seseorang harus bertemu secara langsung. Maka di masa revolusi industri 4.0 ini menghadirkan sosial media sebagai tempat bersosialisasi dari berbagai negara yang berbeda.

Tidak perlu jauh-jauh bertemu, lewat aplikasi media sosial kita bisa menjangkau seseorang tersebut. Di era 4.0 ini juga peradaban dunia terbilang sangat modern. Berbagai situs web dan aplikasi diluncurkan untuk manusia. Di dunia online itulah manusia bisa berinteraksi, bekerja, belajar, dan sebagainya.

Seperti yang dikutip dalam film The Social Dilemma, di awal film disajikan beberapa tokoh penting yang pernah bekerja di aplikasi dan situs ternama seperti Facebook, Instagram, Google, YouTube, Pinterest, Twitter dan Microsoft.

Ia mengatakan jika "Di media sosial anak bisa bertemu dengan orang tua, dan pendonor ginjal". Hal itu menekankan jika dampak positif sosial media sangat banyak dan power media sosial itu sangat kuat.

Jika kita melihat fanomena sepuluh tahun terakhir yang bisa dikatakan "Handphone adalah nafas kehidupan". Perpaduan tekhnologi dan dunia online mampu membuat orang betah berlama-lama menatap HP. Apalagi saat terbentuk sosial media, kehidupan sepertinya terbagi menjadi dua. Kehidupan di dunia nyata dan dunia maya.

Namun seolah-olah meski maya, dunia online terasa nyata. Aktivitas bersosialisasi terlihat menarik dan digandrungi banyak orang. Mulai dari kehidupan pribadi sampai berbagi ilmu di bagikan ke media sosial.

Dari ujung barat dunia sampai ujung timur dunia kita mengenal banyak orang baru. Bisa dikatakan jika sosialisasi di dunia online lebih luas dan seru ketimbang dunia nyata. Bahkan, jika ada seseorang pendiam di dunia nyata mereka aktif dan lincah saat ada di dunia maya. Seolah-olah kita melihat dua kepribadian yang mencolok dalam diri seseorang.

Kemarin, saya juga sempat menulis tentang potensi digital dan sosial media di berbagai bidang kehidupan. Potensi tersebut menyerupai personal branding, pemasaran, mencari kerja, menyalurkan hobi dan semacamnya.

Jika dalam dunia pendidikan misalnya, siswa akan dengan mudah mencari soal dan literatur melalui Google, YouTube, dan Instagram. Bahkan banyak aplikasi khusus belajar diciptakan. Tentu hal ini mempermudah bukan?

Dalam dunia pemasaran, saat ini kita mengenal yang namanya aplikasi Shopee, Lazada, dan Bukalapak. Aplikasi tersebut diciptakan khusus sebagai lapak jual beli online. Tanpa repot-repot ke pasar kita bisa melakukan pembelian barang lewat aplikasi yang praktis. Tinggal klik oke, barang akan di hantar.

Praktis bukan? Namun tahukah kalian jika terdapat sisi positif maka sisi negatif pun ada. Hal itu berlaku bagi semua aspek kehidupan tak terkecuali kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi.

Ilustrasi gambar diambil dari web islami.co
Ilustrasi gambar diambil dari web islami.co

Tahukah kamu, jika sisi negatif dan positif dari media ini pernah disinggung dalam film The Social Dilemma. Film ini di sutradarai oleh Jeff Orlowski pada akhir september 2020 lalu. Film yang berdurasi 94 menit 29 detik ini menceritakan tentang sisi terang dan gelap media sosial, ditenagai oleh algoritme hingga akhirnya membawa pada sebuah ke-dilema-an.

Film ini juga mengupas tentang beberapa dampak bermedia sosial, mulai dari pengawasan secara diam-diam aktivitas penggunanya sampai manipulasi tampilan feed agar pengguna kecanduan menggunakan media sosial.

Di awal, film ini menampilkan beberapa tokoh yang pernah bekerja di situs serta aplikasi ternama seperti Facebook, Twitter, Microsoft, dan YouTube. Mereka menceritakan bagaimana awal bergabung dengan perusahaan aplikasi tersebut.

Diawali dari kekaguman terhadap power media sosial, membuat mereka berkeinginan bekerja langsung di perusahaan yang menaungi media sosial. Mereka bekerja sebagaimana mestinya, akan tetapi seiring berjalannya waktu mereka merasakan ada yang ganjal dengan pekerjaan mereka.

Mereka mengatakan jika dampak media sosial sangat buruk. Mereka bekerja bukan untuk kepentingan sosial melainkan untuk bisnis. Sehingga ada kutipan "if you're not paying for the product, then you are the product", Jika kamu tidak membayar untuk produk, maka kamulah produknya. Dengan artian, kamu mungkin bebas mengakses sosial media tanpa biaya,hanya data internet. Kamu menggunakannya secara gratis, maka kamula produk yang sebenarnya. Kamulah produk yang di perjual belikan.

Misal foto, privasi, cerita kamu dan sebagainya. Itulah yang dijadikan produk oleh media sosial. Makanya beberapa media sosial membuat tombol like, sebagai dorprize bagi penggunanya agar merasa dirinya terkenal dan beharga jika mendapat banyak tombol like. Bukankah begitu teman-teman? Anda tidak bisa berbohong, hati anda akan berbunga-bunga jika postingan anda mendapat ratusan bahkan ribuan jempol. Apalagi sampai viral yah.

Tanpa disadari itu adalah umpan, supaya kalian betah berlama-lama di media sosial.

The Social Dilemma juga membongkar dampak negatif dari media sosial, diantaranya interaksi antara individu yang semakin menurun karena lebih nyaman dengan ponselnya, pengaruhnya kesehatan mental, beredarnya informasi yang kurang valid hingga hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan negara.

Di sisi lain, The Social Dilemma juga menyoroti sejumlah dampak positif yang diberikan media sosial bagi penggunanya. Berkat kehadiran media sosial, kini informasi apa saja bisa sangat mudah didapatkan dan mampu terkoneksi secara cepat dengan siapa saja.

Saya juga pernah menulis dampak negatif media sosial, saya menulis tentang seorang remaja, jika tidak salah bernama Mckenzie. McKanzie adalah seorang remaja yang berasal dari Inggris. Ia aktif berseluncur di dunia online sejak usianya yang ke 15-tahun.

Ia sering bercerita tentang momen menyenangkan dalam hidupnya sampai kegiatn sehari-harinya di media sosial. Ia mengatakan jika "media sosial adalah buku harian kedua" yang mana seseorang bebas menulis apa saja. Namun, apa yang mereka tulis harus hati-hati karena media merupakan digital. Tulisan kita bisa bertahan dengan jangka waktu yang sangat lama.

Ada saat dimana Mckanzie depresi menggunakan media. Hal itu membuat ia berpikir jika masih banyak gadis seusianya di luar sana yang menggunakan media sosial, dan mungkin ada beberapa gadis yang merasakan depresi saat bemedia sosial.

Ia menyayangkan pelajaran di sekolahnya, yang tidak mengajari bagaimana cara memanfaatkan media dengan baik dan benar. Yang ia dapat hanyala belajar cara berselancar di media dengan aman.

Karena hal itulah peniliti anak di Inggris, melakukan penelitian tentang sikap anak yang aktif bermedia di usia remaja. Dan hasilnya sangat disayangkan. Apa yang dikatakan nyonya Mckanzie sangat benar. Remaja di Inggris rentan mengalami stress saat bermedia sosial.

Oleh karena itu, organisasi anak di Inggris memberi arahan tentang media sosial. Mereka juga membuka konsultasi gratis bagi remaja yang ingin share mengenai media sosial. Organisasi tersebut juga menciptakan aplikasi yang bertujuan untuk mengalihakn dunia remaja dari media sosial, istilahnya aplikasi penawar bermedia sosial.

Hal yang sangat bagus bukan? Jika saja di Indonesia ada pendidikan semacam itu. Maka remaja akan lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Bukankah untuk 2 tahun kedepan ini media sosial akan semakin di gandrungi terutama di kalangan generasi Alpha.

Saya juga pengguna aktif TikTok, setiap kali saya bertemu dengan beberapa konten yang berbau budaya, agama, politik dan sebagainya. Saya termasuk orang yang rajin membaca komentar, saya sering menjumpai anak di bawah umur atau remaja mengomentari konten tersebut dengan nada rasisme.

Terlepas dari bagaimana didikan orang tua dirumah, salah satu penyebab hal itu adalah tidak adanya pembinaan dalam bermedia sosial. Sehingga terjadi pemanfaatan media ke hal yang kurang baik. Jika di biarkan, hal berulang akan menjadi budaya.

Saya juga sempat tertarik dengan isu di blokirnya TikTok di negara Krishna yaitu India. Sebelum menyimpulkan India mengambil langkah yang salah atau benar saya sempat menelusuri hal tersebut di konten YouTube mahasiswa Indonesia yang tinggal di India yaitu Agus Aufiyah.Dimana dalam kontennya, ia memotret para TikTokers dari India yang notabene remaja.

Ada alun-alun khusus yang digunakan sebagai markas TikTokers tersebut, sekitar 500 atau 1000 orang setiap harinya yang datang kesana hanya untuk main TikTok, rata-rata adegan tampar-menapar, jalan-jalan dan menari. Gayanya yang mecing kata anak jaman sekarang membuat saya senyum-senyum dengan kelakukan negara pak Mahatma Gandhi ini.

Mungkin hal inilah yang menyebabkan pemerintah India memblokir TikTok, applikasi tersebut digunakan bukan dengan hal bermanfaat melainkan goyang-goyang saja. Walaupun kita tahu jika India negara yang terkenal dengan tariannya. Seandainya ke hal yang lebih bermanfaat mungkin TikTok akan bertahan sampai saat ini di India

Pemerintah India mungkin khawatir jika justru pemudanya menjadi TikTokers semua ya. Apalagi lonjakan penggunanya yang memecah rekor sebagai negara dengan pengguna TikTok terbanyak di dunia. Hehe.

Di Indonesia saya juga berharap, pemerintah mampu mengarahkan bagaimana cara memanfaatkan media dengan baik dan benar. Pemerintah diharapkan lebih aktif dan sadar akan dampak media sosial, khusunya bagi generasi muda.

Pemerintah bisa mengadakan berbagai program untuk mengatasi hal ini, karena saya pernah membaca literartur, jika tingkat depresi generasi Z lebih tinggi jika dibandingkan generasi Millenial, apalagi generasi Alpha.

Maka adakalanya pemerintah dan kita sebagai rakyat bijak dalam bermedia. Kita harus bisa membedakan mana informasi pribadi, bermanfaat dan layak di konsumsi dan mana informasi umum, hoaks, dan tidak layak. Be smart!

Jika anda tidak ingin sia-sia dijadikan produk, maka jadilah produk yang berkelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun