Mohon tunggu...
Lufnatul Awwaliyah
Lufnatul Awwaliyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Konten Budaya

Mari bercerita tentang budayamu dan budayaku

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Dari Sisi Positif dan Negatif Sampai Film "The Social Dilemma", Benarkah Media Social Menimbulkan Efek Candu?

14 Juli 2021   08:15 Diperbarui: 14 Juli 2021   08:19 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto diambil dari Pixabay

Misal foto, privasi, cerita kamu dan sebagainya. Itulah yang dijadikan produk oleh media sosial. Makanya beberapa media sosial membuat tombol like, sebagai dorprize bagi penggunanya agar merasa dirinya terkenal dan beharga jika mendapat banyak tombol like. Bukankah begitu teman-teman? Anda tidak bisa berbohong, hati anda akan berbunga-bunga jika postingan anda mendapat ratusan bahkan ribuan jempol. Apalagi sampai viral yah.

Tanpa disadari itu adalah umpan, supaya kalian betah berlama-lama di media sosial.

The Social Dilemma juga membongkar dampak negatif dari media sosial, diantaranya interaksi antara individu yang semakin menurun karena lebih nyaman dengan ponselnya, pengaruhnya kesehatan mental, beredarnya informasi yang kurang valid hingga hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan negara.

Di sisi lain, The Social Dilemma juga menyoroti sejumlah dampak positif yang diberikan media sosial bagi penggunanya. Berkat kehadiran media sosial, kini informasi apa saja bisa sangat mudah didapatkan dan mampu terkoneksi secara cepat dengan siapa saja.

Saya juga pernah menulis dampak negatif media sosial, saya menulis tentang seorang remaja, jika tidak salah bernama Mckenzie. McKanzie adalah seorang remaja yang berasal dari Inggris. Ia aktif berseluncur di dunia online sejak usianya yang ke 15-tahun.

Ia sering bercerita tentang momen menyenangkan dalam hidupnya sampai kegiatn sehari-harinya di media sosial. Ia mengatakan jika "media sosial adalah buku harian kedua" yang mana seseorang bebas menulis apa saja. Namun, apa yang mereka tulis harus hati-hati karena media merupakan digital. Tulisan kita bisa bertahan dengan jangka waktu yang sangat lama.


Ada saat dimana Mckanzie depresi menggunakan media. Hal itu membuat ia berpikir jika masih banyak gadis seusianya di luar sana yang menggunakan media sosial, dan mungkin ada beberapa gadis yang merasakan depresi saat bemedia sosial.

Ia menyayangkan pelajaran di sekolahnya, yang tidak mengajari bagaimana cara memanfaatkan media dengan baik dan benar. Yang ia dapat hanyala belajar cara berselancar di media dengan aman.

Karena hal itulah peniliti anak di Inggris, melakukan penelitian tentang sikap anak yang aktif bermedia di usia remaja. Dan hasilnya sangat disayangkan. Apa yang dikatakan nyonya Mckanzie sangat benar. Remaja di Inggris rentan mengalami stress saat bermedia sosial.

Oleh karena itu, organisasi anak di Inggris memberi arahan tentang media sosial. Mereka juga membuka konsultasi gratis bagi remaja yang ingin share mengenai media sosial. Organisasi tersebut juga menciptakan aplikasi yang bertujuan untuk mengalihakn dunia remaja dari media sosial, istilahnya aplikasi penawar bermedia sosial.

Hal yang sangat bagus bukan? Jika saja di Indonesia ada pendidikan semacam itu. Maka remaja akan lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Bukankah untuk 2 tahun kedepan ini media sosial akan semakin di gandrungi terutama di kalangan generasi Alpha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun