Di antara berbagai hiruk-pikuk pro dan kontra mengenai kebijakan tarif, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ternyata tidak memberikan tarif impor sepertinya pun ke Rusia.Â
Kebijakan pengecualian itu terjadi di saat Uni Eropa justru melancarkan protes akibat dampak perang dagang AS. Di tabel daftar tarif yang dirilis Gedung Putih berjudul tarif timbal-balik (reciprocal tariffs), Trump menerapkan tarif ke 180 negara termasuk Uni Eropa dengan persentase yang berbeda pada Rabu (2/4).
Di deretan daftar negara-negara itu tidak ada negara Rusia. Pengecualian Rusia dari daftar tarif Donald Trump bukanlah sekadar kebetulan. Kebijakan itu dianggap merupakan representasi strategis dari pendekatan diplomatik yang rumit Amerika Serikat (AS) dan Rusia.Â
Meskipun tampak sederhana, pengecualian ini tampaknya memiliki implikasi geopolitik yang signifikan. Alasan resmi pengecualian Rusia dari tarif didasarkan pada sanksi komprehensif yang telah diberlakukan sejak invasi Ukraina pada 2022.Â
Selain itu, sanksi dari perang Ukraina sudah membuat perdagangan kedua negara menjadi nol. Sejarah mencatat pemerintahan Joe Biden telah memberlakukan berbagai sanksi ke Rusia karena invasi mereka ke Ukraina sejak 2022.
Namun, di balik narasi resmi itu, ada kemungkinan dinamika politik yang jauh lebih kompleks. Kebijakan pengecualian tarif itu mengisyaratkan strategi diplomasi AS yang lebih luas.
Pendekatan Trump
Trump tampaknya mengambil pendekatan berbeda dibandingkan pemerintahan sebelumnya di AS. Komitmennl Trump untuk mengakhiri konflik Ukraina dan fakta bahwa pejabat Rusia tingkat tinggi sedang melakukan kunjungan ke Washington menandakan upaya kuat bagi rekonsiliasi.
Bahkan, ancaman Trump untuk memberlakukan tarif 50% pada negara-negara yang membeli minyak Rusia jika Putin tidak setuju gencatan senjata menunjukkan pendekatan "negosiasi keras" yang khas.Â
Meski begitu, tidak dimasukkannya Rusia dalam daftar tarif bisa dibaca sebagai sinyal diplomatik untuk membuka ruang perundingan bagi AS dan Rusia.