Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Trump, Mengubah atau Menghancurkan Tatanan Global?

20 Maret 2025   11:50 Diperbarui: 20 Maret 2025   23:38 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.(AFP PHOTO/BRENDAN SMIALOWSKI)

Pemerintahan Donald Trump di periode kedua ini tidak sekadar mengubah jalur geopolitik Amerika Serikat, melainkan secara fundamental meruntuhkan arsitektur tatanan internasional yang dibangun pasca Perang Dunia II. 

Apa yang terjadi saat ini bukan sekadar pergeseran kebijakan, melainkan juga bisa dipahami sebagai dekonstruksi sistemik terhadap norma-norma multilateralisme. Norma-norma itu sudah bercokol kuat selama tujuh dekade ini dan menjadi tulang punggung hubungan internasional.

Paradigma "America First" yang diperjuangkan Trump melampaui retorika kampanye. Trump secara terang-terangan mendekonstruksi konsensus global dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Sikap Trump terhadap Ukraina, misalnya, bukan sekadar perubahan dukungan diplomatik, melainkan pengingkaran total terhadap prinsip-prinsip integritas territorial dan kedaulatan negara.

Dalam percakapan yang paling kontroversial di Gedung Putih, Trump secara eksplisit mempertanyakan legitimasi Presiden Zelenskyy dan mensyaratkan pertukaran sumber daya alam sebagai syarat dukungan. 

Kenyataan itu adalah pengalihan drastis dari tradisi Amerika dalam mendukung demokrasi dan melawan agresi, yang selama puluhan tahun menjadi narasi utama politik luar negeri AS.

Ancaman Trump terhadap wilayah seperti Greenland, Panama, dan sikap intimidatif terhadap Kanada menandakan kebangkitan kembali politk imperalisme abad ke-19. Ambisi Trump itu digambarkan sebagai "ambisi imperial yang tanpa malu-malu" dan tujuan yang murni bersifat akuisitif.

Yang lebih mengkhawatirkan, Trump tidak sekadar mengabaikan tatanan internasional, tetapi secara aktif mendegradasi mekanisme multilateralisme. Keputusannya yang konsisten membela Israel di Gaza, bahkan ketika negara itu berhadapan dengan tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip hukum internasional kini dapat dengan mudah diabaikan.

Menariknya, Trump tidak sepenuhnya menolak multilateralisme. Dalam beberapa kasus, seperti isu nuklir, Trump justru mengusulkan pendekatan yang mengejutkan. Dalam pernyataannya baru-baru ini, Trump menyerukan denuklirisasi global, dan secara terbuka mengajak Rusia dan China untuk secara signifikan mengurangi persenjataan nuklir. 

Konsekuensi 

Namun, keinginan baik ini dibayangi oleh skeptisisme para pakar yang melihatnya sebagai retorika belaka. Dampak terhadap tatanan global tidak dapat diabaikan. 

Negara-negara Eropa mulai mempertimbangkan kemandirian strategis, mengingat kepemimpinan AS tidak lagi dapat diandalkan. Beberapa negara bahkan mulai membangun aliansi alternatif, di luar kerangka tradisional yang dipimpin Amerika.

Menarik untuk dicatat, yaitu keruntuhan tatanan internasional ini bukanlah sepenuhnya produk Trump. Trump dapat lebih tepat dilihat sebagai akselerator dari proses transformasi yang sudah lama bergulir. 

Ketidakadilan sistemik dalam tatanan global pasca Perang Dunia II, yang selama ini didominasi kepentingan Barat, telah lama menjadi kritik dari negara-negara Global Selatan. Runtuhnya tatanan ini setidaknya akan mengakhiri hipokrasi yang selama ini menyelimuti sistem internasional. 

Negara-negara yang dekat dengan AS selama ini praktis kebal dari konsekuensi hukum internasional. Ke depan, dunia berpotensi memasuki era multipolar yang kompleks. 

Yang paling menarik, ada kemungkinan bahwa era multipolar itu bukan lagi di dalam dominasi tunggal Amerika, melainkan kompetisi pengaruh antara AS, Rusia, China, dan kekuatan baru lainnya. 

Sistem hukum internasional mungkin akan digantikan oleh logika "pengaruh" dan "kepentingan" yang lebih telanjang.

Ironisnya, keruntuhan tatanan global ini terjadi di saat dunia justru membutuhkan kerja sama multilateral untuk menyelesaikan tantangan lintas batas seperti perubahan iklim, pandemi, dan ketidaksetaraan ekonomi. 

Trump tidak sekadar mengubah kebijakan, tetapi berpotensi menghancurkan infrastruktur diplomatik yang dibangun selama tujuh dekade.

Peradaban internasional kini berada di persimpangan yang krusial. Apakah ia akan jatuh ke dalam kekacauan geopolitik atau justru mampu merancang ulang arsitektur hubungan internasional yang lebih adil dan inklusif, masih menjadi pertanyaan terbuka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun