Terlepas dari semua dukungan dan glorifikasi terhadap sikap mempertahankan coach Shin, tulisan mengajak pemerintah dan masyarakat untuk bersikap hati-hati.Â
Kehati-hatian ini bukan bermaksud untuk menolak secara diam-diam, namun lebih sebagai upaya tetap kritis.Â
Sikap kritis dalam kehati-hatian itu lebih bertujuan untuk mempersiapkan peta jalan yang lebih terukur dan berjangka panjang mengenai masa depan sepakbola Indonesia.
Beberapa isu di bawah ini perlu diperhatikan dalam sikap kehati-hatian terhadap pelatih Shin.Â
Ketiga isu ini pasti sudah dipikirkan dan, bahkan, bisa saja telah dipraktekkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pemudan dan Olah Raga (Kemenpora) dan, khususnya, Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI).
Pertama, menghindari ketergantungan berlebihan kepada pelatih Shin. Sikap ini lebih ditujukan pada upaya mempersiapkan diri jika kelak Shin Tae-Yong tidak lagi melatih timnas Indonesia.Â
Amannya posisi Shin tentu saja melegakan berkaitan dengan pertimbangan kelanjutan (sustainability) sistem kepelatihannya.
Meski demikian, leading sector di bidang olah raga (Kemenpora dan PSSI) perlu membuat peta jalan rekrutmen, pembinaan, dan pelatihan para pemain muda dari berbagai wilayah di Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia perlu memiliki sistem atau cetak biru pembinaan olah raga, khususnya sepak bola, yang tidak tergantung pada orang atau pelatih.Â
Hal paling sederhana, misalnya, adalah kritik atau larangan pelatih Shin kepada pemainnya untuk mengkonsumsi makanan gorengan. Sejauh mana hal sepele ini bisa dilakukan para pemain untuk menjaga kebugaran tubuh.
Kedua, mempersiapkan tim asisten pelatih yang mampu menyerap berbagai aspek non-teknis yang dimiliki pelatih Shin. Aspek-aspek itu perlu dicatat dan menjadi pelengkap dari cetak biru.Â