Namun, jika program penjaminan hanya diberikan tanpa mekanisme pengawasan ketat, maka risiko moral hazard bisa muncul, di mana penerima kredit kurang bertanggung jawab terhadap kewajiban pembayaran. Konsep program pemerintah dalam hal ini harus dipahami sebagai intervensi yang tidak hanya mengurangi risiko kredit, tetapi juga membangun tata kelola yang menjamin keberlanjutan. Di Indonesia, dinamika serupa juga terlihat dalam peran perbankan. Bank pembangunan daerah dan bank milik negara menjadi tulang punggung dalam penyaluran kredit, dengan Loan to Deposit Ratio yang menunjukkan tingkat intermediasi cukup tinggi. Namun, ketika daya beli melemah, risiko kredit bermasalah meningkat, sehingga bank menghadapi dilema antara menjaga ekspansi kredit dan mempertahankan stabilitas. Program pemerintah dalam hal ini memberikan dukungan likuiditas maupun regulasi agar fungsi intermediasi tetap berjalan. Artinya, definisi program pemerintah bukan hanya sebatas memberikan subsidi, tetapi juga menciptakan kondisi makro yang stabil agar bank dapat menyalurkan kredit dengan percaya diri. Keterkaitan antara konsep program pemerintah dengan fenomena penurunan daya beli dapat dipahami melalui kerangka stabilitas sistem keuangan. Stabilitas akan terjaga jika program pemerintah mampu mengurangi risiko kredit, meningkatkan efisiensi perbankan, dan memperluas akses ke sektor produktif. Ketika rasio kredit bermasalah meningkat, bank menjadi lebih berhati-hati, sehingga penyaluran kredit berkurang dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi demikian, program pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, memastikan bahwa hambatan pada sisi permintaan dan penawaran dapat diatasi melalui kebijakan yang tepat.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep dan definisi program pemerintah tidak hanya berupa paket kebijakan jangka pendek, melainkan strategi menyeluruh untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat, kepentingan perbankan, dan stabilitas ekonomi. Program pemerintah yang berhasil adalah program yang mampu menyalurkan kredit secara luas, menjaga risiko tetap terkendali, serta meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membayar kewajibannya. Dengan kata lain, efektivitas program pemerintah bukan hanya diukur dari jumlah kredit yang disalurkan, tetapi juga dari sejauh mana kredit tersebut benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa keberhasilan program pemerintah bergantung pada ketepatan sasaran, kualitas tata kelola, dan keberlanjutan kebijakan. Subsidi perumahan, jaminan kredit, maupun dukungan bagi koperasi hanya akan efektif jika dirancang selaras dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dalam jangka panjang, desain program pemerintah yang komprehensif menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan tahan terhadap guncangan eksternal.
KONTRIBUSI PROGRAM PEMERINTAH BAGI PERTUMBUHAN EKONOMI
Program pemerintah memiliki peran vital dalam menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, terutama ketika dinamika global dan domestik menekan konsumsi serta daya beli masyarakat. Manfaat utama dari program pemerintah adalah kemampuannya menjadi katalis yang mempercepat sirkulasi ekonomi. Ketika sektor swasta menghadapi keterbatasan modal, pemerintah masuk dengan intervensi melalui subsidi, jaminan kredit, atau insentif fiskal yang mampu menekan hambatan tersebut. Dengan demikian, roda perekonomian tetap berputar meskipun masyarakat dan dunia usaha menghadapi tantangan struktural. Fenomena menurunnya daya beli masyarakat pada Agustus 2025 yang ditandai deflasi 0,08 persen menjadi contoh konkret betapa rentannya ekonomi tanpa dukungan program pemerintah. Penurunan harga pada komoditas non-pokok mengindikasikan lemahnya permintaan rumah tangga. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa menghambat pertumbuhan produk domestik bruto. Di tengah situasi tersebut, perluasan kuota rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit merupakan langkah strategis untuk mendorong permintaan di sektor properti. Intervensi semacam ini tidak hanya meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian, tetapi juga menstimulasi sektor konstruksi, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas basis konsumsi domestik.
Manfaat program pemerintah juga terlihat dari dukungan pembiayaan terhadap koperasi. Melalui program pembiayaan koperasi, pemerintah memperkuat usaha kecil dan menengah agar tetap bertahan di tengah tekanan ekonomi. Program Koperasi Merah Putih, misalnya, menjadi instrumen penting yang tidak hanya memperluas akses pembiayaan tetapi juga menjaga stabilitas lapangan kerja dan memperkuat daya beli masyarakat. Bank-bank besar yang tergabung dalam Himbara mendukung penyaluran kredit bagi koperasi, dan manfaatnya langsung terasa pada peningkatan aktivitas ekonomi di daerah. Dengan demikian, manfaat program pemerintah tidak berhenti pada tercapainya target penyaluran kredit, tetapi juga menyebar melalui efek berganda ke berbagai sektor.
Pertumbuhan kredit nasional yang melambat dari 7,77 persen pada Juni 2025 menjadi 7,03 persen pada Juli 2025 memperlihatkan adanya risiko siklikal. Jika tidak ada campur tangan pemerintah, perlambatan ini bisa semakin menekan ekonomi. Intervensi melalui belanja fiskal, program subsidi, maupun perluasan pembiayaan menjadi stimulus yang mampu membalikkan tren negatif. Optimisme perbankan terhadap pertumbuhan kredit, sebagaimana tercermin dalam indeks ekspektasi kondisi usaha, banyak dipengaruhi oleh keyakinan bahwa belanja pemerintah akan memperbaiki permintaan domestik. Ini memperlihatkan manfaat nyata program pemerintah dalam menjaga ekspektasi pasar, yang pada akhirnya berdampak pada keberanian perbankan menyalurkan kredit lebih besar. Kualitas kredit yang memburuk, khususnya pada sektor perumahan dengan rasio kredit bermasalah mencapai 3,24 persen pertengahan 2025, menjadi tantangan serius. Dalam konteks ini, manfaat program pemerintah tampak dari upayanya membantu menjaga kualitas portofolio kredit bank. Dengan menyediakan subsidi bunga atau jaminan kredit, risiko gagal bayar dapat ditekan. Hal ini memberi kepercayaan kepada bank untuk tetap menyalurkan pembiayaan meski kondisi daya beli masyarakat melemah. Manfaatnya bagi pertumbuhan ekonomi jelas terlihat, karena arus kredit yang lancar memastikan kegiatan produksi dan konsumsi tidak berhenti.
Kajian mengenai mobilisasi dana perbankan di Indonesia menunjukkan bahwa program pemerintah membantu mempercepat perputaran likuiditas dan memperkuat peran bank sebagai lembaga intermediasi. Dengan adanya dukungan regulasi dan subsidi, bank dapat lebih efisien mengelola dana pihak ketiga dan menyalurkannya ke sektor riil. Hal ini meningkatkan kecepatan sirkulasi uang, menjaga profitabilitas bank, sekaligus memperkuat likuiditas masyarakat. Manfaat langsungnya adalah terciptanya stabilitas sistem keuangan, yang menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Efisiensi perbankan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Studi terkait stabilitas sektor keuangan di Indonesia menunjukkan bahwa ketika pemerintah mengeluarkan program mitigasi risiko, misalnya dengan memperkuat permodalan bank dan menekan rasio kredit bermasalah, maka stabilitas sistem keuangan meningkat. Stabilitas ini bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, karena perbankan dapat lebih leluasa menyalurkan kredit tanpa harus dibayangi risiko krisis. Dengan kata lain, manfaat program pemerintah tidak hanya dirasakan pada tataran konsumsi rumah tangga, tetapi juga dalam bentuk kepercayaan investor dan dunia usaha terhadap kondisi makroekonomi.
Di tingkat global, program pemerintah berupa jaminan kredit juga terbukti meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Analisis mengenai program jaminan kredit di berbagai negara menunjukkan bahwa intervensi ini mampu menurunkan biaya pinjaman, mengurangi kebutuhan agunan, serta memperluas akses pembiayaan bagi pengusaha kecil dan berisiko tinggi. Dengan risiko yang ditanggung sebagian oleh pemerintah, bank lebih berani menyalurkan kredit, dan pelaku usaha memperoleh ruang untuk tumbuh. Efek lanjutan yang tercipta adalah peningkatan produksi, penciptaan lapangan kerja, dan perbaikan daya saing ekonomi. Pengalaman Kolombia memberikan pelajaran tambahan mengenai manfaat program pemerintah. Subsidi perumahan dan jaminan kredit parsial terbukti memperbaiki kualitas hunian sekaligus meningkatkan kualitas hidup penerima manfaat. Walaupun keterbatasan pendapatan membuat akses kredit formal tetap sulit, program tersebut membantu mengurangi kesenjangan perumahan. Manfaatnya bagi pertumbuhan ekonomi tidak hanya terlihat dari peningkatan permintaan properti, tetapi juga dari perbaikan kondisi sosial yang lebih luas, seperti akses air bersih, sanitasi, dan lingkungan perumahan yang lebih sehat.
Dengan menghubungkan fenomena di Indonesia dan pengalaman internasional, terlihat bahwa manfaat program pemerintah bagi pertumbuhan ekonomi bersifat multidimensi. Pertama, program pemerintah memperluas akses pembiayaan, yang memungkinkan sektor riil tetap beroperasi meski daya beli masyarakat melemah. Kedua, program ini menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menekan risiko kredit bermasalah, sehingga perbankan tetap mampu menjalankan fungsi intermediasi. Ketiga, program pemerintah menciptakan efek berganda di sektor riil, misalnya melalui pembangunan perumahan yang mendorong sektor konstruksi dan jasa terkait. Keempat, program tersebut meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang pada gilirannya memperkuat basis konsumsi domestik sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa manfaat program pemerintah bagi pertumbuhan ekonomi bukan hanya sebatas stimulus jangka pendek, melainkan fondasi untuk pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Di tengah gejolak global maupun perlambatan domestik, peran program pemerintah sebagai penopang dan katalis ekonomi menjadi semakin penting. Tanpa intervensi yang tepat, risiko perlambatan ekonomi bisa berlanjut, konsumsi rumah tangga semakin melemah, dan stabilitas sistem keuangan terganggu. Oleh karena itu, keberlanjutan dan ketepatan sasaran program pemerintah menjadi kunci agar manfaatnya benar-benar terasa di seluruh lapisan masyarakat dan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi secara konsisten.
PROGRAM PEMERINTAH DAN PENYALURAN KREDIT
Program pemerintah memiliki peran yang sangat erat dalam membentuk dinamika penyaluran kredit perbankan. Intervensi pemerintah biasanya dilakukan melalui subsidi bunga, pemberian jaminan, penyediaan fasilitas likuiditas, hingga regulasi yang mengatur tata kelola intermediasi keuangan. Hubungan antara program pemerintah dan penyaluran kredit tercermin dari bagaimana bank berani memperluas pembiayaan ketika terdapat jaminan atas risiko, dan bagaimana masyarakat memperoleh akses lebih besar terhadap sumber pendanaan ketika tersedia subsidi atau fasilitas khusus. Dengan kata lain, program pemerintah menjadi jembatan antara kebutuhan masyarakat dengan fungsi intermediasi bank, yang dalam kondisi normal seringkali terhambat oleh risiko kredit maupun keterbatasan agunan. Fenomena menurunnya daya beli masyarakat pada 2025 memberikan gambaran jelas mengenai pentingnya hubungan ini. Deflasi sebesar 0,08 persen pada Agustus 2025 menandakan lemahnya konsumsi rumah tangga, yang kemudian berdampak pada meningkatnya rasio kredit bermasalah terutama di sektor perumahan. Rasio kredit bermasalah pada kredit pemilikan rumah mencapai 3,24 persen pada pertengahan tahun, level tertinggi dalam empat tahun terakhir. Tanpa intervensi pemerintah, situasi ini berpotensi menghambat keberanian bank menyalurkan kredit baru, karena risiko gagal bayar semakin besar. Dalam konteks ini, perluasan kuota rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit pada 2026 menjadi langkah penting untuk menjaga aliran kredit di sektor properti tetap berjalan.