Mohon tunggu...
Louis Pariama
Louis Pariama Mohon Tunggu... Lainnya - Pendeta

suka baca dan jalan-jalan, menaruh perhatian pada persoalan-persoalan sosial, isu perempuan dan anak serta masyarakat dan budaya lokal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Penggerak Itu Tak Lelah Bergerak (3)

2 Desember 2022   13:53 Diperbarui: 2 Desember 2022   14:03 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iren memilih untuk memanfaatkan setiap peluang ketimbang menyerah pada tantangan. Setelah menjadi sekolah penggerak, banyak kegiatan peningkatan kompetensi yang harus diikuti. Pekerjaan tentu bertambah banyak. Tapi ia melihatnya sebagai upaya peningkatan kualitas dan pengembangan sekolah. Guru-guru didorong untuk aktif meningkatkan kompetensi. Sayangnya, ia mendapati ada guru yang telah menikah tidak mendapat dukungan dari suami dan keluarga. Beberapa guru mengundurkan diri karena kondisi ini. Rupanya budaya patriarkhal masih sangat kuat dianut sebagian besar masyarakat. Perempuan dituntut untuk hanya melakukan tugas-tugas domestik dan dibatasi untuk mengaktualisasikan diri melalui pekerjaan yang diminatinya. Iren tidak mau kalah oleh kondisi ini. Ia tetap memberi tugas dan kepercayaan kepada guru-gurunya, memberi motivasi dan mendorong mereka untuk terus mengembangkan diri. Ada pula guru-guru yang sangat didukung oleh suami dan keluarganya. Mereka-mereka ini akan bekerja dengan lebih baik. Salah seorang guru yang memiliki anak batita dapat mengikuti kegiatan selama beberapa hari di kota Ambon dan suaminya dengan senang hati berbagi tugas dengannya, mengasuh anak batita mereka. Seorang guru yang lain membawa serta ibunya untuk membantu menjaga bayinya ketika ia mengikuti kegiatan yang mewajibkannya menginap beberapa hari di kota Ambon.

Ia menyadari pentingnya dukungan dan kerjasama dengan berbagai pihak. Menjadi sekolah penggerak memberi keuntungan lain bagi PAUD Pelangi Asih. Jika sebelumnya Iren harus berjuang untuk mengedukasi pemerintah dan mendapatkan dukungan terhadap sekolahnya, kini tugas itu diambil alih oleh pemerintah daerah kabupaten. Pasalnya, hanya dua dari 204 PAUD di kabupaten Seram Bagian Barat yang berhasil menjadi sekolah penggerak. Memang, dalam program sekolah penggerak ini, tugas pemerintah daerah adalah melakukan sosialisasi terhadap pihak-pihak terkait di mana sekolah penggerak ini berada, hingga mencarikan solusi jika terjadi kendala di lapangan.

Iren mengakui, ia tidak hanya mengalami tantangan tapi juga dukungan dari banyak orang. ia menerima dukungan dari para pemangku kebijakan yang peduli dengan pengembangan pendidikan di daerahnya. Ia pun mendapat dukungan dari orangtua siswa. Iren ingat betul, bagaimana para orangtua memecahkan masalah gaji guru. Di awal berdirinya PAUD Pelangi Asih Tihulale, siswa tidak diwajibkan membayar biaya sekolah. Orangtua secara sukarela membayar. Berapapun menurut kesanggupannya. Tak membayar pun tak mengapa. Saat itu, gaji guru yang tak seberapa itu harus dibayar sendiri oleh Iren dengan bantuan keluarganya. Yayasannya tidak memiliki donatur tetap. Hanya berbekal semangat dan cita-cita luhur mencerdaskan anak-anak bangsa. Setelah gedung sekolah selesai dibangun, orangtua siswa yang merasakan manfaat sekolah bagi anaknya membuat kesepakatan untuk menentukan biaya sekolah. 5.000 rupiah per bulan. Kini biaya sekolah sudah dinaikkan, menjadi Rp. 25.000/bulan. Jumlah yang terkumpul tentu tak seberapa. Tak dapat memenuhi gaji guru dan operasional sekolah. Tokh sekolah ini tetap hidup.

Kondisi ini tak menyurutkan niatnya untuk melayani anak-anak di kampungnya. Ia tetap berusaha untuk memberi yang terbaik. Peningkatan kompetensi guru terus diakukan. Ada satu situasi yang cukup mengganggu Iren. Ia melihat bahwa pelatihan-pelatihan yang dilakukan selama ini menjadikan guru pandai menjiplak. Mereka hanya mengikuti apa yang dicontohkan. Ia pun mencari cara dan menggagas program studi banding bagi guru-gurunya. Tak tanggung-tanggung, studi bandingnya ke Jakarta. Ketika saya bertanya mengapa harus ke Jakarta, Iren menjawab "Jakarta masih barometer dan saya punya jaringan di sana." Teman-teman lamanya di Jakarta ternyata menyambut baik gagasannya. Ia sengaja memilih sekolah dengan kepala sekolah terbaik dan sekolah terbaik.

Karena tiket pesawat Ambon-Jakarta sangat mahal, mereka pun menggunakan transportasi laut. Beruntung, tol laut yang digagas presiden Jokowi menjadikan transportasi laut lebih manusiawi, jauh berbeda dengan sebelumnya. Guru-guru itu pun dibawa ke Jakarta. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Peribahasa yang tepat untuk kegiatan ini. Studi banding ini jadi kesempatan para guru mengunjungi Ibukota. Tapi lebih dari itu, mereka belajar dari sekolah di kota besar. Tidak hanya belajar, guru-guru pun mengajar. Selama dua minggu, guru-guru dari daerah 3T itu mengajar anak-anak PAUD di Ibukota. Bayangkan bagaimana mereka harus mempersiapkan diri. Dengan cepat belajar memahami konteks yang baru, dan mengajar dengan cara dan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak-anak di Jakarta. Butuh kecakapan, kreatifitas, kepercayaan diri dan keberanian. "Guru-guru berhasil melakukan hal itu", kata Iren dengan bangga. Studi banding ini akan dilaksanakan lagi awal tahun depan.

Iren juga menggagas kegiatan yang merangsang kreatifitas guru dan menjadi wadah pengembangan potensi anak. Ia melaksanakan Porseni PAUD Pelangi Asih. Setiap 2 tahun, para guru dan siswa PAUD Pelangi Asih dari 5 desa di kabupaten Seram Bagian Barat itu akan berjumpa dan melakukan berbagai kegiatan dan lomba. Ada lomba tari kreasi guru. Guru harus menciptakan kreasi tari dan mengajari anaknya untuk tampil membawakan tarian itu. Ada lomba menyusun geometri untuk melatih logika dan mengasah ketrampilan anak. Ada pula lomba untuk mengasah bakat anak, seperti lomba puisi, bertutur, dan menyanyi. Tak ketinggalan lomba mewarnai, mengelompokkan bola dan menendang bola untuk melatih motorik kasar anak.

Belum lama ini ia pun menggelar perkemahan di sekolahnya. Camping Aman (anak mandiri). Begitu namanya.  Dalam kegiatan ini anak-anak dilatih untuk mandiri. Dalam kelompok-kelompok dengan pendampingan guru mereka menyiapkan makanan masing-masing. Iren pun terpikirkan untuk mengajari anak memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya. Di Tihulale banyak pohon kelapa. Penduduk desa umumnya memanfaatkan buah kelapa itu untuk membuat kopra. Pekerjaan membuat kopra tidak mudah dan harganya pun seringkali naik-turun. Padahal menurut Iren, buah kelapa juga dapat diolah menjadi sesuatu yang punya nilai jual lebih tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Virgin coconut oil (VCO). Maka ia pun menciptakan kondisi di mana tidak ada minyak kelapa sehingga anak-anak dan guru-guru tidak bisa mengolah masakan mereka. Rencananya sore itu mereka akan menggoreng singkong. Apa yang harus dilakukan jika tidak ada minyak goreng? Ada kelompok yang segera merebus singkongnya. Solusi yang baik. Namun Iren pun mengajak anak-anak untuk melihat bahwa di situ ada beberapa buah kelapa yang bisa diolah menjadi minyak dan memenuhi kebutuhan mereka. Namun, proses membuat minyak kelapa dengan cara memasak tidak aman dilakukan oleh anak usia dini. Ada cara yang lebih aman dan mudah, tanpa melewati proses pemanasan dengan api. Proses membuat apa yang disebut dengan VCO. Jadilah anak-anak bersama guru dan orangtua belajar membuat VCO. Secara sengaja Iren mengajak anak-anak untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Hal ini pun tentu memberi pengetahuan bagi orangtua.

Kini ia sedang mempersiapkan pentas budaya, profil pelajar Pancasila dan gelar hasil karya dalam waktu dekat. Kegiatan-kegiatan seperti ini tidak hanya merangsang kreatifitas guru dan membuat anak-anak senang. Orangtua pun senang dan antusias mendukung. Iren pun menyadari sedari awal betapa penting peran orangtua dalam mendidik anak. Ia mengakui, banyak hal yang harus dibenahi. 

Pola asuh dalam keluarga kurang mendapat perhatian. Ia seringkali mendapati kekerasan dalam rumah tangga masih terjadi. Ada anak yang mengalami trauma karena hampir setiap hari melihat orangtuanya bertengkar dan ia kerap mengalami kekerasan baik fisik maupun verbal.  Iren segera turun tangan. Tak segan-segan menegur orangtua karena tindak kekerasan tersebut. Ia bahkan memberi peringatan untuk tidak mengulangi atau ia akan melapor ke Polisi. Ia acapkali melakukan parenting. Menggandeng pemuka agama dan teman-temannya yang ahli di bidang ini. Ia menggunakan semua daya dan koneksinya untuk melakukan tugas ini. Mengedukasi orangtua tentang tanggung jawab mendidik anak dan pola asuh yang benar. Kegiatan seperti ini tidak hanya ditujukan kepada orangtua siswanya tetapi bagi semua orangtua di desa. Setelah lebih dari satu dekade kehadiran PAUD Pelangi Asih di Tihulale, ia mulai melihat perubahan. Karakter anak menjadi lebih baik. Orang tua mulai memahami pentingnya pendidikan bagi anak dan menaruh perhatian terhadap pola asuh yang benar.

Tidak hanya berdampak bagi anak-anak di PAUD Pelangi Asih. Berbagai kegiatan yang Iren dan kawan-kawan gurunya lakukan diliput media lokal. Belum lama ini sekolahnya mendapat kunjungan dari salah satu PAUD di pulau Saparua.  Tiga puluh anak, bersama tiga orang guru dan dua puluh tujuh orangtua datang dari Haria untuk belajar di sekolahnya. Selama dua hari mereka tinggal di Tihulale dan melakukan berbagai aktivitas. Kesempatan itu juga dimanfaatkan Iren untuk berbagi ilmu kepada guru dan orangtua. Mereka diajar membuat ecoprint. Wah... senangnya anak-anak mengenal berbagai jenis daun, bekerjasama membuat ecoprint dan menikmati hasilnya yang indah. Orangtua dan guru pun senang mendapat pengetahuan baru yang bisa mereka kembangkan menjadi usaha mereka. Perjalanan panjang menyeberangi lautan dari pulau Saparua ke pulau Seram memberi banyak manfaat.

Iren memang selalu berusaha menggunakan kesempatan yang ada untuk berbagi ilmu dan memperlengkapi orang lain. Ia menyadari desanya kaya dengan sumber daya alam. Sayangnya, pengetahuan yang terbatas membuat mereka tidak dapat mengelola sumber daya alam itu dengan lebih baik. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarga, ia dan suaminya memiliki usaha kecil-kecilan. Kios ATK, fotocopy dan penyedia jasa internet untuk keperluan pendidikan dengan harga yang terjangkau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun