Mohon tunggu...
muhamad fauzi putra
muhamad fauzi putra Mohon Tunggu... mahasiswa universitas pamulang

Halo, saya Fauzi, mahasiswa jurusan Manajemen. Saat ini saya juga aktif kerja online sambil kuliah. Saya suka menulis tentang bisnis, pendidikan, dan pengalaman sehari-hari. Lewat Kompasiana, saya ingin berbagi ide dan cerita yang semoga bermanfaat buat pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Risiko Terlalu Percaya: Dari Harapan Jadi Kekecewaan

15 September 2025   22:48 Diperbarui: 15 September 2025   22:51 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Risiko Terlalu Percaya: Dari Harapan Jadi Kekecewaan

Kepercayaan adalah salah satu fondasi terpenting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya rasa percaya, hubungan antarmanusia tidak akan pernah terbentuk dengan baik. Mulai dari keluarga, pertemanan, sampai dunia kerja, semua membutuhkan kepercayaan agar bisa berjalan harmonis. Namun, masalah muncul ketika kepercayaan itu diberikan secara berlebihan. Alih-alih membawa ketenangan, terlalu percaya justru seringkali menjadi pintu masuk bagi rasa kecewa, sakit hati, bahkan kerugian besar.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kisah orang yang ditipu oleh teman dekatnya sendiri. Ada yang kehilangan uang karena terjebak investasi bodong yang ditawarkan kerabat, ada juga yang patah hati karena dikhianati pasangan yang selama ini dipercaya sepenuh hati. Semua cerita itu punya satu benang merah: kepercayaan yang diberikan tanpa batas bisa berujung pada risiko besar.

Salah satu risiko nyata dari terlalu percaya pada manusia adalah kebohongan. Tidak semua orang mampu menjaga amanah. Ada kalanya seseorang menunjukkan wajah ramah di depan kita, namun menyimpan niat buruk di belakang. Ketika kita menaruh kepercayaan penuh tanpa rasa waspada, saat itulah kita membuka celah untuk dibohongi. Rasa sakit akibat kebohongan seringkali lebih dalam daripada sekadar kehilangan materi, karena melibatkan perasaan yang sudah terlanjur percaya.

Selain kebohongan, risiko lain adalah pengkhianatan. Dalam hubungan pertemanan maupun percintaan, terlalu percaya bisa membuat kita menutup mata terhadap tanda-tanda kecurangan. Kita berpikir orang yang kita percaya tidak akan pernah menyakiti, padahal kenyataannya semua orang punya kemungkinan berubah. Kekecewaan datang justru karena harapan kita terlalu tinggi terhadap orang lain.

Tidak hanya dalam ranah pribadi, kepercayaan buta juga berisiko di dunia kerja dan bisnis. Banyak orang yang tertipu karena terlalu percaya pada janji manis rekan kerja atau mitra bisnis. Tanpa kontrak tertulis atau perhitungan matang, mereka mudah dimanfaatkan. Hasilnya? Kerugian finansial, reputasi hancur, bahkan relasi yang tadinya akrab bisa berubah menjadi permusuhan.

Agar tidak terjebak dalam risiko seperti ini, kita perlu belajar mengenali tanda-tanda orang yang sebaiknya dihindari. Dalam sebuah video YouTube berjudul "5 Tipe Orang yang Harus Dihindari" (klik di sini), dijelaskan secara singkat siapa saja orang yang rawan membawa masalah jika kita terlalu percaya pada mereka. Video ini mempertegas bahwa kepercayaan harus diberikan dengan selektif, terutama ketika kita berhadapan dengan orang-orang yang menunjukkan ciri-ciri berbahaya seperti manipulatif, penuh janji palsu, atau tidak konsisten.
Pada akhirnya, kepercayaan adalah sebuah pilihan, dan setiap pilihan selalu memiliki risiko. Terlalu percaya memang bisa memberi rasa tenang sesaat, tetapi ketika harapan itu runtuh, kekecewaan yang datang bisa jauh lebih berat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk belajar menyeimbangkan antara hati dan akal. Percaya pada manusia secukupnya, namun jangan pernah lupa bahwa rasa waspada adalah benteng yang bisa menyelamatkan kita dari luka yang sama.

"Kepercayaan adalah kunci hati yang kita serahkan. Bila jatuh pada jiwa yang amanah, ia membuka jalan bahagia. Tapi bila terselip pada jiwa yang khianat, ia menjelma rantai yang mengikat kita dalam luka."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun