Perlahan tapi pasti, dunia akan terbiasa melihat laki-laki tidak hanya di ruang publik, tapi juga di ruang domestik dengan rasa bangga yang sama.
Menemukan Makna Baru tentang Kejantanan
Mungkin sudah waktunya kita mendefinisikan ulang apa artinya menjadi "laki-laki sejati." Selama berabad-abad, budaya patriarki menanamkan gagasan bahwa kejantanan diukur dari kekuatan fisik, dominasi ekonomi, dan peran sebagai kepala keluarga yang memimpin dari depan.Â
Tapi zaman berubah. Dunia kini menuntut kehadiran emosional yang lebih dalam, terutama di dalam keluarga.
Ayah yang terlibat bukan lagi simbol kelemahan, melainkan tanda kedewasaan. Ia hadir bukan karena kalah dalam karier, tetapi karena sadar bahwa anak-anak membutuhkan figur pelindung yang bukan hanya kuat secara finansial, tetapi juga hangat secara emosional.Â
Psikolog anak Yulia Wahyu Ningrum dari Samarinda pernah mengatakan dalam wawancara dengan Kompas bahwa kehadiran ayah secara fisik dan emosional membantu anak membangun rasa aman dan motivasi belajar (Kompas.id).Â
Ketika ayah absen, bahkan hanya secara emosional, anak cenderung mengalami kesulitan percaya diri dan kurang stabil secara emosional.
Kehadiran ayah, dengan atau tanpa gaji bulanan, tetaplah pondasi penting dalam keluarga. Di tengah perubahan zaman, mungkin justru bapak rumah tangga adalah pionir bentuk baru kejantanan---yang mengukur harga diri bukan dari kekuasaan, tapi dari kehadiran.Â
Mereka adalah orang-orang yang berani menukar prestise sosial dengan waktu berharga bersama keluarga. Mereka mungkin tidak punya jabatan di kantor, tapi mereka punya gelar tak tertulis: penjaga kehangatan rumah.
Pada akhirnya, dunia boleh saja belum sepenuhnya siap menerima para bapak rumah tangga. Tetapi sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menjadi berbeda.Â
Sama seperti dulu perempuan harus berjuang keluar dari dapur untuk diakui di ruang publik, kini sebagian laki-laki justru berjuang masuk ke dapur untuk membangun keseimbangan baru. Dan mungkin, di sanalah letak keadilan sesungguhnya: ketika kita berhenti menilai peran berdasarkan gender, dan mulai menilainya berdasarkan cinta.
Mungkin menjadi laki-laki sejati hari ini bukan lagi tentang seberapa tinggi penghasilan, tetapi seberapa lembut cara mereka menyalakan kompor, mengganti popok, dan menjaga mimpi anak-anaknya tetap hangat.Â