Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Neurosains di Balik Commuting, Apa yang Sebenarnya Terjadi di Otak Kita?

22 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 21 Agustus 2025   17:09 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stres diperjalanan. (Sumber: rakyatbenteng.disway.id/Freepik)

Maka dari itu, penting untuk memahami bahwa stres perjalanan bukan sekadar urusan eksternal. Lebih dari itu, ini adalah proses biologis yang terjadi di dalam diri kita. Otaklah yang menjadi panggung utama, mengatur bagaimana kita menafsirkan, merespons, dan akhirnya merasakan pengalaman commuting setiap hari.

Kesadaran inilah yang bisa membuka jalan bagi strategi pengelolaan stres yang lebih efektif. Dengan mengetahui peran otak dalam situasi perjalanan, kita bisa belajar untuk menyiapkan diri, baik secara mental maupun emosional, sebelum melangkah ke jalan raya.

Ritme Otak dan Mode Default Network

Meski perjalanan sering dipenuhi stres, ada sisi menarik dari cara otak bekerja saat kita berada dalam rutinitas commuting. Saat seseorang duduk di kereta, menatap keluar jendela, atau terjebak dalam ritme perjalanan yang monoton, otak masuk ke dalam kondisi yang disebut default mode network (DMN).

DMN adalah jaringan otak yang aktif ketika kita tidak sedang fokus pada tugas tertentu. Pada momen ini, pikiran cenderung mengembara ke berbagai arah: memikirkan masa lalu, merencanakan masa depan, atau sekadar melamun. Aktivitas ini sering kali dianggap buang-buang waktu, padahal dalam dunia neurosains, DMN punya peran penting dalam proses refleksi diri.

Ketika DMN aktif, otak melakukan "pembersihan" memori dan menghubungkan pengalaman yang berbeda untuk menciptakan makna baru. Inilah sebabnya, banyak orang justru mendapatkan ide kreatif saat di jalan. Sebuah solusi bisa muncul tiba-tiba, atau rencana hidup menjadi lebih jelas hanya karena kita memberi ruang bagi pikiran untuk mengembara.

Dalam konteks commuting, artinya tidak semua waktu perjalanan adalah kerugian. Jika kita mampu menenangkan diri dan membiarkan pikiran berjalan alami, perjalanan bisa berubah menjadi momen reflektif yang berharga. Otak, dalam diamnya, sedang bekerja di balik layar untuk menyusun potongan-potongan kehidupan kita.

Namun, kondisi ini tidak terjadi otomatis pada semua orang. Jika seseorang terus-menerus terjebak dalam stres, DMN sulit aktif karena amigdala mendominasi. Pikiran yang seharusnya mengalir bebas malah terkunci pada kecemasan: apakah akan terlambat, bagaimana menghadapi pekerjaan, atau kapan macet akan berakhir.

Di sinilah letak paradoks commuting. Di satu sisi, ia bisa memicu stres dan kelelahan mental. Di sisi lain, ia juga bisa menjadi ruang bagi refleksi dan kreativitas. Perbedaannya terletak pada bagaimana kita menyikapi perjalanan tersebut.

Semakin kita menerima rutinitas commuting sebagai bagian hidup, semakin besar peluang otak memasuki DMN dengan tenang. Tetapi jika kita terus memeranginya, perjalanan akan selalu terasa melelahkan. Neurosains menunjukkan bahwa otak punya kapasitas untuk melihat rutinitas sebagai ancaman maupun peluang. Pilihan akhirnya ada pada cara kita memaknainya.

Oleh karena itu, penting bagi setiap komuter untuk menemukan strategi yang memungkinkan DMN bekerja dengan baik. Entah itu dengan mendengarkan musik menenangkan, menatap pemandangan di luar jendela, atau sekadar berdiam diri tanpa distraksi, semua bisa membantu otak menjalankan fungsi alaminya.

Efek Jangka Panjang pada Kesehatan Mental

Perjalanan panjang yang penuh tekanan bukan hanya masalah sesaat. Jika berlangsung terus-menerus, commuting bisa meninggalkan jejak mendalam pada kesehatan mental. Neurosains menunjukkan bahwa stres kronis berhubungan dengan perubahan struktur otak, terutama pada bagian hipokampus yang berperan dalam memori dan pembelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun