Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Membaca Pesan Kebhinekaan di Balik Kontroversi Visual Film Animasi Merah Putih: One For All

17 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 17 Agustus 2025   00:31 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar trailer film Merah Putih One For All. (Sumber: perfiki tv/Freepik)

Jika kita hubungkan dengan realitas masyarakat Indonesia, film ini sebenarnya sedang bicara tentang kebutuhan untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Pesan ini relevan sekali, terutama ketika kita sering menyaksikan pertengkaran politik yang melupakan tujuan utama: kesejahteraan rakyat. Lewat cerita anak-anak, film ini menyampaikan kritik sosial yang halus.

Film ini juga bisa dilihat sebagai bentuk pengingat bahwa nasionalisme tidak selalu harus ditunjukkan dengan cara yang besar. Tidak semua orang bisa menjadi pahlawan di medan perang, tapi setiap orang bisa menjaga persatuan dalam lingkungannya masing-masing. Seperti delapan anak itu, mereka bukan tokoh besar, hanya anak-anak biasa, tetapi bisa melakukan sesuatu yang berarti untuk bangsa.

Ada pula makna simbolis dalam perjalanan penuh rintangan. Sungai, hutan, dan badai bisa dibaca sebagai representasi dari tantangan modern yang dihadapi Indonesia. Sungai yang deras menggambarkan derasnya arus globalisasi. Hutan lebat melambangkan masalah internal yang rumit. Sementara badai adalah simbol konflik dan krisis yang bisa datang kapan saja. Untuk menghadapi semua itu, diperlukan kebersamaan.

Menariknya, meski film ini lebih sering dikritik daripada dipuji, ia berhasil membuka ruang diskusi tentang pentingnya pesan kebangsaan dalam film animasi. Banyak orang yang akhirnya sadar bahwa nasionalisme bisa diperkenalkan lewat medium yang berbeda, bukan hanya lewat buku sejarah atau upacara formal. Dengan cara ini, film bisa menjadi media pendidikan karakter yang menyenangkan bagi anak-anak.

Kita mungkin bisa berkata, film ini adalah contoh nyata bahwa niat baik belum tentu disampaikan dengan cara yang baik. Namun, niat itu sendiri tetap memiliki nilai. Jika kita mau melihat dari sisi lain, Merah Putih: One For All adalah upaya untuk menanamkan semangat kebhinekaan pada generasi muda, meskipun tertutup oleh keterbatasan teknis.

Justru di sini kita bisa belajar bahwa pesan kebangsaan tidak boleh hanya bergantung pada kemasan. Kualitas visual memang penting, tapi isi tetaplah nyawa dari sebuah karya. Meski tampilan film ini tidak sempurna, isinya masih bisa menginspirasi, jika penonton mau memberi kesempatan.

Sebagai penonton, kita punya pilihan: apakah hanya berhenti pada kritik teknis, atau mau melangkah lebih jauh dengan membaca makna di balik cerita. Kritik memang perlu agar industri berkembang, tapi jika semua berhenti pada celaan, kita bisa kehilangan kesempatan untuk belajar dari niat baik yang sudah ditanamkan.

Dengan begitu, pesan kebhinekaan dalam Merah Putih: One For All tetap bisa hidup. Ia mungkin tidak hidup dalam bentuk visual yang memukau, tetapi ia hadir dalam simbol-simbol cerita, dalam dinamika antar karakter, dan dalam perjalanan mencari bendera pusaka. Dan jika kita mau jujur, bukankah bangsa ini memang selalu belajar membaca makna di balik keterbatasan?

Perspektif Lain: Seni, Industri, dan Nasionalisme

Jika kita melihat film Merah Putih: One For All hanya dari sisi teknis, maka jelas film ini penuh kelemahan. Namun, sebuah karya seni tidak pernah hanya berdiri di atas satu kaki. Ia punya banyak wajah yang bisa dilihat dari sudut pandang berbeda. Karena itu, penting juga untuk membicarakan film ini dalam tiga bingkai besar: seni, industri, dan nasionalisme.

Dari sisi seni, film animasi adalah hasil dari perpaduan teknologi dan imajinasi. Kritik yang muncul terhadap kualitas visual tentu sah, karena seni seharusnya bisa memanjakan mata dan menghidupkan rasa. Namun, seni juga punya dimensi lain: niat, pesan, dan keberanian untuk menciptakan. Dalam hal ini, Merah Putih: One For All sebenarnya berani mencoba mengangkat tema nasionalisme dengan medium yang belum banyak dieksplorasi di Indonesia, yaitu animasi layar lebar.

Dalam dunia seni, keberanian semacam ini tidak bisa dipandang remeh. Membuat film dengan latar kebangsaan biasanya lebih mudah dilakukan dalam bentuk drama atau dokumenter. Mengalihkannya ke animasi berarti mencoba menjangkau audiens yang lebih muda. Dengan kata lain, film ini ingin menjadikan nasionalisme sesuatu yang tidak kaku, melainkan bisa masuk ke dunia imajinasi anak-anak. Itu adalah usaha artistik, meskipun eksekusinya tidak sebanding dengan niatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun