Kelima belas, tantangan perubahan iklim. Sektor strategis seperti pangan dan energi sangat rentan terhadap dampak iklim ekstrem.
Keenam belas, masalah data. DTSEN harus dijaga akurasinya, jika tidak, program berbasis Pasal 33 bisa salah sasaran.
Ketujuh belas, keberlanjutan pendanaan. Banyak kebijakan Pasal 33 membutuhkan modal besar yang harus dikelola hati-hati agar tidak membebani APBN.
Kedelapan belas, risiko overregulasi yang bisa menghambat inovasi.
Kesembilan belas, konflik kepentingan antara pusat dan daerah dalam pengelolaan SDA.
Kedua puluh, tantangan membangun konsensus nasional bahwa Pasal 33 adalah milik bersama, bukan agenda politik satu kelompok.
Penutup -- Antara Harapan dan Realitas
Pidato Prabowo telah membuka kembali perbincangan serius tentang Pasal 33. Setelah bertahun-tahun relegasi ke pinggiran diskursus kebijakan, pasal ini kini kembali menjadi bahan perdebatan publik.
Optimisme tentu boleh, apalagi jika melihat kebijakan konkret yang mulai dijalankan. Namun, sejarah mengajarkan bahwa semangat awal sering kali meredup ketika berhadapan dengan kompleksitas implementasi.
Kebangkitan ekonomi berdaulat bukan hanya soal kebijakan top-down, tetapi juga partisipasi rakyat. Koperasi, UMKM, dan komunitas lokal harus menjadi bagian dari ekosistem Pasal 33.
Transparansi dan akuntabilitas akan menentukan apakah kebijakan ini membawa kesejahteraan atau justru memperkuat oligarki baru.
Kita tidak bisa menunggu sampai semua sempurna. Kebijakan yang berpihak pada rakyat harus dijalankan sambil terus diperbaiki.