Kota Tahan Quantum 2025: Menuju Urban Resiliensi di Era Kuantum
Oleh: Julianda Boang Manalu
Pada 2025, PBB menetapkan International Year of Quantum Science and Technology, menandai satu abad revolusi mekanika kuantum sejak awal abad ke-20.Â
Momentum ini bukan hanya selebrasi ilmiah; ia membuka peluang pengaplikasian teknologi kuantum dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membangun kota yang lebih tangguh dan berkelanjutan.Â
Di kota-kota modern, tantangan klasik seperti kemacetan lalu lintas, ketahanan energi, keamanan siber, dan manajemen infrastruktur kini bisa diatasi dengan solusi kuantum---dari pengoptimalan grid listrik hingga distribusi kunci enkripsi tak tersadap oleh quantum key distribution (QKD) .Â
Grid Energi Cerdas dan Manajemen Sumber Daya
Smart city sejati tak hanya soal data: ia memerlukan koneksi yang andal antara pasokan dan kebutuhan energi, terutama saat transisi besar-besaran ke energi terbarukan sedang berlangsung.Â
Di sinilah peran krusial quantum computing dalam mengoptimalkan jaringan listrik.Â
Algoritma kuantum mampu mengolah data penggunaan listrik, prakiraan energi surya dan angin, serta penyimpanan energi---dalam hitungan detik---untuk mengurangi kehilangan energi dan mencegah overload .Â
Bayangkan sebuah kota yang mampu "menyembuhkan diri" dari kegagalan energi, mengalihkan arus listrik melalui microgrid surya terdekat saat ada gangguan, atau memprediksi lonjakan konsumsi sebelum benar-benar terjadi---itu bukan fiksi ilmiah, tetapi realitas yang mulai terwujud.
Studi "Ascend scenario" menggambarkan masa depan jaringan listrik yang proaktif, self-healing, dan tahan gangguan, memanfaatkan kuantum untuk memaksimalkan integrasi energi bersih.Â
Selain masalah teknis, ini juga soal nilai ekonomi dan lingkungan: kota yang bisa mengurangi keterbatasan energi dengan algoritma kuantum akan lebih hemat dan lebih rendah jejak karbonnya.