Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menguji Batas Kewajaran dalam UU Hak Cipta

1 Juli 2025   08:09 Diperbarui: 1 Juli 2025   08:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: legalist.id/Freepik)

Menguji Batas Kewajaran dalam UU Hak Cipta 

Oleh: Julianda Boang Manalu

Dalam beberapa tahun terakhir, isu pelanggaran hak cipta di Indonesia mengalami peningkatan atensi, seiring dengan semakin kuatnya penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual. Salah satu sorotan publik yang mencuat adalah gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang diajukan oleh musisi Nazril Ilham (Ariel Noah) bersama 28 musisi lainnya. 

Dalam gugatan tersebut, para pemohon menyoroti potensi kriminalisasi terhadap musisi atau pelaku hiburan yang membawakan lagu tanpa izin eksplisit dari pencipta, meskipun telah membayar royalti.

Permasalahan ini menjadi semakin kompleks ketika praktik penggunaan lagu terjadi dalam ruang yang tidak sepenuhnya komersial, seperti acara pernikahan. 

Dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Hakim Arsul Sani mempertanyakan, apakah menyanyi dalam perayaan pernikahan yang mengundang ribuan tamu termasuk kegiatan yang wajib membayar royalti. 

Pertanyaan ini menyentuh titik krusial dalam penerapan UU Hak Cipta: di mana batas antara penggunaan pribadi dan komersial? Apakah skala acara menentukan kewajiban hukum, atau adakah elemen lain yang menjadi dasar penilaian?

Tulisan ini akan mengulas secara kritis konsep "kewajaran" dalam penggunaan karya cipta, serta mempertanyakan apakah instrumen hukum yang ada saat ini cukup adaptif dalam merespons dinamika sosial dan budaya di masyarakat. 

Dengan menelusuri tafsir normatif, praktik internasional, serta prinsip keadilan, tulisan ini berusaha menawarkan perspektif baru dalam membingkai hak cipta bukan sekadar sebagai alat proteksi, melainkan juga sebagai sarana membangun ekosistem budaya yang inklusif dan berimbang.

Konsep Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mendefinisikan hak cipta sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. 

Hak ini meliputi hak moral dan hak ekonomi, dengan hak ekonomi memungkinkan pencipta mendapatkan manfaat komersial dari ciptaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun