Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Terkurung Persis di C8A2C8

16 Mei 2016   10:09 Diperbarui: 16 Mei 2016   17:14 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: http://www.colorhexa.com/

Ini bukan pertama kalinya saya melihat seseorang hendak mengecat langit. Warna langit terus berganti setiap hari. Langit dicat setiap hari oleh orang-orang yang berbeda. Kalian yang sedang bahagia mengecat langit dengan warna biru, seperti warna yang diinterpretasikan orang-orang tentang langit pada umumnya. Kalian yang sedang sedih tak terima kemudian menyemprot langit dengan cat semprot warna kelabu. Kalian yang marah menghapus semua warna dan berusaha keras menghancurkan langit.

Saya belum pernah mengecat langit.

Hari ini, saya melihat seseorang membawa tiga kaleng cat besar, dua ditenteng, satu lagi digelindingkan sambil ditendang seiring langkahnya. Dia bisa jadi merasakan tiga emosi sekaligus. Bukan hal yang aneh di dunia yang kalian tinggali bersama, bukan?

Dia yang datang dengan tiga kaleng cat itu mulai meletakkan semua kalengnya di tanah, lantas mengeluarkan sebuah kuas besar dari saku jaketnya. Sementara, kalian tetap melakukan kegiatan kalian seperti biasanya. Sebagian dari kalian bercakap, sebagian lagi sibuk dengan diri kalian sendiri, sebagian lagi mengeluhkan hal-hal buruk yang terjadi hari ini.

Hei.

Kalian tidak mau tahu warna langit hari ini?

“L, mengapa terdiam?” Waktu bertanya.

“Saya mau menyaksikan proses pengecatan warna langit hari ini.”

“Kamu sendiri? Mengapa belum pernah mewujudkan emosimu di langit?”

“Saya tidak tahu bagaimana cara orang-orang di bawah langit mengartikan emosi yang saya rasakan setiap hari. Saya tidak tahu apakah yang saya rasakan masih merupakan bagian dari apa yang mereka sebut warna.”

Lantas Waktu duduk di samping saya. Diam-diam dia mau menyaksikannya juga, saya tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun