Mohon tunggu...
Fact Checker UI
Fact Checker UI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UKM Fact Checker Universitas Indonesia

Fact Checker Universitas Indonesia adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang literasi digital dan periksa fakta. UKM ini telah berdiri sejak tahun 2020 dan memiliki tujuan sebagai forum untuk mahasiswa melakukan kegiatan periksa fakta, mengedukasi publik, dan mengurangi penyebaran hoaks di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Media Sosial Sebagai Platform Penyebaran Hoaks

20 Februari 2021   19:23 Diperbarui: 27 Februari 2021   20:42 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoaks berasal dari kata 'hocus.' Dalam Cambridge Dictionary, kata 'hocus' memiliki arti 'tipuan untuk menipu.' Lalu, kata tersebut berkembang menjadi kata 'hoax' yang memiliki dua arti, yakni 'upaya menipu sekelompok besar orang' dan 'sebuah tipuan.' Dan, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks diartikan berita bohong.

Berdasarkan arti tersebut, dapat disimpulkan bahwa hoaks merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata dapat  diartikan pula sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. 

Hoaks juga bisa berarti tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi pesan yang benar.

Dari paparan itu, maka pengertian hoaks adalah informasi yang direkayasa, baik dengan cara memutarbalikkan fakta ataupun mengaburkan informasi, sehingga pesan yang benar tidak dapat diterima oleh seseorang. 

Untuk disinformasi dan misinformasi memiliki definisi yang sedikit berbeda dengan hoaks. Disinformasi, berdasarkan Cambridge Dictionary, berarti informasi yang salah dan sengaja disebarkan untuk menipu seseorang. Adapun, merujuk kepada KBBI, disinformasi ialah penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain.

Berdasarkan dua arti itu, maka definisi disinformasi ialah informasi keliru yang disebarkan dengan tujuan membuat informasi yang asli tidak valid, berkurang kebenarannya, dan/atau tidak berguna.

Sedangkan, misinformasi, berdasarkan  Cambridge Dictionary, memiliki dua arti. Pertama ialah informasi yang salah atau fakta yang salah diterima oleh seseorang. Arti kedua ialah informasi yang dibuat untuk menipu. Dengan kata lain, pengertian misinformasi adalah informasi keliru yang disebarkan tanpa tujuan tertentu.

Berdasarkan 7 Types of Mis and Disinformation oleh FirstDraft, jenis mis dan disinformasi dibagi menjadi berikut,

Tujuh (7) jenis mis dan disinformasi menurut FirstDraft.
Tujuh (7) jenis mis dan disinformasi menurut FirstDraft.

1. Satire/Parodi 

Satire atau Parodi merupakan informasi yang isinya bertujuan untuk menipu atau menyinggung seseorang atau suatu peristiwa. Informasi atau berita satire biasanya tidak bertujuan membuat kekacauan. Hanya saja, berita satire lebih untuk bercandaan.

2. Konten yang Menyesatkan/ Misleading Content 

 Penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu. Konten yang menyesatkan berpotensi mengaburkan fakta sebenarnya dari informasi atau peristiwa yang sebenarnya.

3. Konten Tiruan (Imposter Content)

Informasi ini memiliki konten tiruan dari sumber aslinya. Artinya, di dalam informasi dibuat seolah-olah berasal dari seseorang atau lembaga asli namun palsu. Informasi dengan konten tiruan ini biasanya sangat cepat dipercayai seseorang yang kiranya tidak teliti menelisik sumber informasinya.

4. Konten Palsu 

Informasi dengan konten baru yang 100 persen salah dan didesain untuk menipu serta merugikan. Konten dalam informasi ini dibuat seutuhnya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

5. Koneksi yang Salah (False Connection)

Hubungan antar elemen dalam informasinya tidak terkoneksi dan tidak sesuai dengan klaim dalam informasinya. Artinya, judul, gambar, atau keterangannya tidak mendukung konten di dalam informasi tersebut.

6. Konten yang Salah (False Context)

Informasi dengan konten yang salah merupakan konten dalam informasi tersebut tidak memiliki kesamaan konteks dengan konten aslinya. Hal itu membuat fakta dalam informasi tersebut menjadi salah.

7. Konten yang Dimanipulasi (Manipulated Content)

Informasi dengan konten yang dimanipulasi artinya ada modifikasi dari konten aslinya sehingga informasinya dapat menipu.

Biasanya, konten yang dimanipulasi ini berupa gambar atau foto yang telah diedit sedemikian rupa dari gambar atau foto aslinya sehingga memunculkan pemaknaan baru yang menyimpang.

Berdasarkan data hasil periksa fakta oleh tim fact checking Fact Checker UI, pada bulan Maret-Desember 2020 didapatkan 100 hasil periksa fakta dengan kategori meliputi:

slide-2-603a4bf7d541df1209143d32.png
slide-2-603a4bf7d541df1209143d32.png
  1. misleading content/konten menyesatkan 54 hasil periksa fakta.

  2. Fabricated content/ konten palsu 17 hasil periksa fakta.

  3. false context/ konten yang salah 19 hasil periksa fakta.

  4. manipulated content/ konten yang dimanipulasi 4 hasil periksa fakta.

  5. parodi/satire 3 hasil periksa fakta.

  6. false connection/koneksi yang salah 2 hasil periksa fakta.

  7. konten tiruan 1 hasil periksa fakta.

Berdasarkan hasil rekap, kategori terbanyak yang paling sering muncul adalah misleading content/konten menyesatkan (54 hasil, 54%). Kategori terbanyak di tahun 2020 adalah COVID-19 sehingga kebanyakan bentuk konten menyesatkan/misleading content di topik kesehatan.

Misleading content atau konten menyesatkan terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok. 

Konten jenis ini dibuat secara sengaja dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi. Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya. 

Platform Sebaran Hoaks Pada Tahun 2020

Berdasarkan hasil rekap kami, didapatkan hasil pemeringkatan platform sosial media yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks, diantaranya:

  1. Facebook: 87 %

  2. Whatsapp: 11%

  3. Twitter: 10%

  4. Instagram : 2%

  5. Youtube: 1%

  6. Tiktok: 1% 

Sebaran hoaks berdasarkan platform. Sumber data: Hasil rekap periksa fakta Fact Checker UI tahun 2020
Sebaran hoaks berdasarkan platform. Sumber data: Hasil rekap periksa fakta Fact Checker UI tahun 2020

Mengapa Facebook Marak Digunakan sebagai Media Penyebaran Hoaks?

  • Facebook banyak dipakai untuk menyebarkan hoaks karena penggunaan teknologi yang tidak dibarengi dengan budaya kritis.

  • Aplikasi Facebook memiliki fitur like, comment, share yang memudahkan penyebaran hoaks. 

  • fitur share di Facebook mengakibatkan banyak informasi yang bisa dibagikan dan muncul di beranda. 

  • tidak adanya batasan karakter juga menjadi daya tarik banyak orang membuat postingan di FB.

  • Facebook Group memiliki kapasitas anggota yang besar dan semua anggotanya bisa memposting tulisan dengan mudah.

  • User Interface pada Facebook lebih mudah dipahami oleh pengguna Facebook yang terdiri dari berbagai kalangan 

Sementara itu, Whatsapp dan Twitter menempati posisi ke-2 dan ke-3 dalam maraknya penyebaran hoaks karena kemudahan fitur menyebarkan pesan dalam forward (Whatsapp), retweet, dan likes (Twitter).

Solusi untuk Mengatasi Maraknya Penyebaran Hoaks di Sosial Media

  • Peran Pemerintah dalam berita Hoaks, 

Pemerintah telah membuat produk hukum yang dapat digunakan untuk memerangi penyebaran hoaks, diantaranya yaitu Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskiriminasi Ras dan Etnis. Pemerintah juga sedang menggulirkan kembali wacana pembentukan Badan Siber Nasional.  Pemerintah memanfaatkan program Internetsehat dan Trust+Positif yang berfungsi sebagai sensor dan pemblokiran situs atau website negatif yang bertentangan dengan hukum di Indonesia. Dengan menerbitkan QR Code di setiap produk jurnalistik (berita dan artikel).

  • Solusi yang dilakukan oleh media sosial Facebook

Sejak tahun 2016 lalu, Facebook mulai memperkenalkan fitur yang memungkinkan sebuah link artikel yang dibagi melalui Facebook akan diberi tanda Dispute (ditentang) bagi artikel yang diragukan kebenarannya. 

  • Pencegahan berita hoaks pada Masyarakat

Dengan membangun budaya literasi media masyarakat, serta dengan adanya  program internet sehat dan aman.

  1.  Literasi media Masyarakat 

Literasi media adalah perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar dapat menginterpretasikan suatu pesan yang disampaikan oleh pembuat berita.Literasi media digunakan sebagai model instruksional berbasis eksplorasi sehingga setiap individu dapat dengan lebih kritis menanggapi apa yang mereka lihat, dengar, dan baca. Orang cenderung membangun sebuah perspektif melalui struktur pengetahuan yang sudah terkonstruksi dalam kemampuan menggunakan informasi (Pooter, 2011). 

  1. Program Internet Sehat dan Aman

Tujuan gerakan internet sehat adalah untuk memberikan pendidikan kepada pengguna internet untuk menganalisis pesan yang disampaikan, mempertimbangkan tujuan komersil dan politik dibalik citra atau pesan di internet dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan yang diimplikasikan tersebut. Gerakan internet sehat dilakukan pada sektor pendidikan, pendidikan internet lebih pada pembelajaran tentang etika bermedia internet, bukan pengajaran melalui media. Pendidikan etika bermedia internet bertujuan untuk mengembangkan baik pemahaman kritis maupun partisipasi aktif. 

  • Freedom of Speech

Penyebaran berita hoaks yang marak terjadi dapat dikaitkan dengan etika pada penggunaan internet berupa penyalahgunaan freedom of speech. Freedom of Speech tersebut digunakan untuk tujuan membuat sensasi pada media sosial atau dengan sengaja dibuat pada website agar banyak pengguna internet dapat melihatnya sehingga si pembuat berita hoaks tersebut dapat meraup keuntungan dari jumlah pengunjung pada websitenya. Oleh karena itu, diperlukan edukasi mengenai batasan freedom of speech dan hukumnya dalam masyarakat.

Referensi:

Abner, Khaidir, dkk. 2017. Penyalahgunaan Informasi/Berita Hoax di Media Sosial. Artikel dimuat dalam https://mti.binus.ac.id/2017/07/03/penyalahgunaan-informasiberita-hoax-di-media-sosial/. Diakses pada 13 Februari 2021.

First Draft Footnews. 2017. Fake News. It's Complicated. https://medium.com/1st-draft/fake-news-its-complicated-d0f773766c79 diakses pada 6 Februari 2021

Efranda, Nolan, dkk. 2020. Memahami Perilaku Pengguna Media Sosial dalam Menyebarkan Berita Hoax di Facebook. JUSIM (Jurnal Sistem Informasi Musirawas) Vol 05 No 01 Juni 2020. Tersedia di http://jurnal.univbinainsan.ac.id/index.php/jusim/article/view/735/548. Diakses pada 10 Februari 2021.

Databoks. 2019. Survei CIGI-Ipsos Global Survey on Internet and Security Trust. Facebook, Medsos yang Banyak Digunakan untuk Menyebar Hoaks https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/06/14/survei-cigi-facebook-medsos-yang-banyak-digunakan-untuk-menyebar-hoaks

Medcom Files. 2019. Mengenal Tujuh Jenis Hoaks. https://www.medcom.id/telusur/cek-fakta/4KZ6rAqK-mengenal-7-jenis-hoaks diakses pada 6 Februari 2021

Jarvis. 2017. Inilah Cara Facebook Mengatasi Penyebaran Berita Bohong. Artikel dimuat di https://www.blibli.com/friends/blog/inilah-cara-facebook-mengatasi-penyebaran-berita-bohong/. Diakses pada 10 Februari 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun