Mohon tunggu...
Lita Tania
Lita Tania Mohon Tunggu... Lainnya - Student
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Student in Indonesia University of Education

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Pendidikan Karakter dalam Cerita Pendek "Ingin Ini, Ingin Itu", Karya L.Heni.S. Kajian: Sosiologi Sastra

13 Juli 2020   21:30 Diperbarui: 13 Juli 2020   21:31 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

            Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cerpen  “Ingin Ini, Ingin Itu” karya L. Heni. S. yang terdiri atas 2 halaman yang ada di Majalah Bobo 2014, yang diterbitkan oleh Gramedia.

             Teknik pengumpulan data dalam cerpen ini menggunakan teknik baca catat terhadap objek-objek yang akan diteliti. Data-data tersebut diperoleh penulis dengan cara melakukan pembacaan secara cermat dan teliti yang kemudian akan dicatat disebuah catatan kecil, selanjutnya akan dipindahkan ke dalam bentuk dokumen di ms word. Penulis juga terus melakukan pembacaan secara berulang-ulang terhadap objek penelitian itu dan mencatat setiap data serta hasil pengamatan bacaan yang diperoleh agar tidak terjadi keluputan data.

            Instrumen penelitian ini menggunakan instrument yang sedikit, yaitu hanya dibantu dengan alat penelitian berupa alat tulis, sebuah buku catatan, serta laptop yang dapat menunjang keberhasilan penelitian.

3. Landasan Teori

            Saxby (via Nurgiantoro, 2005:5), mengatakan bahwa sastra anak diartikan sebagai sebuah citraan atau metafora kehidupan yang melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori ataupun pengalaman moral, dengan diekspresikan dalam bentuk kebahasaan yang mudah dipahami oleh anak. Begitu juga dengan subjek penelitian ini, yang mengambil cerita pendek (cerpen) anak sebagai bahan untuk diteliti. 

            Cerpen anak dapat didefinisikan sebagai sebuah karangan cerita yang melukiskan suatu peristiwa atau kejadian yang menyangkut persoalan kehidupan di kalangan anak-anak. Cerpen anak dikatakan menjadi cerpen yang baik apabila, pertama, memberikan satu kesan dan memperkaya batin para pembacanya dilihat dari permasalahan yang dihadirkan. Kedua, cerpen anak juga dapat mengajak pembaca untuk berpikir dan membangun imajinasinya secara baik dan kreatif.  Ketiga, terdapat unsur menarik yang dilihat dari keserasian antara isi dan bentuk yang dapat dibaca dalam waktu singkat. Keempat, memiliki judul yang dapat memikat pembaca. Kelima, terdapatnya perkembangan batin tokoh utama dalam konflik yang akan menuju hingga klimaks, yang dapat membuat pembaca masuk ke dalam alur cerita tersebut. Keenam, dapat memberikan makna hidup atau amanat dengan cara melalui keindahan unsur-unsur yang disajikan.

            Pada setiap cerpen, terdapat unsur-unsur pembangun didalamnya. Unsur-unsur tersebut dapat berupa unsur intrinsik dan unsur ektrinsik. Menurut Nurgiyantoro (1994:23). Unsur intrinsik dalam sebuah cerpen meliputi tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa serta amanat, dan unsur ini juga dapat didefinisikan sebagai sebuah unsur yang secara langsung hadir dalam membangun sebuah cerita.  Unsur-unsur ini yang menjadi penyebab sebuah karya sastra itu muncul sebagai karya sastra, yang bersifat faktual dan sering dijumpai seseorang ketika membaca karya tersebut. Ia juga berpendapat bahwa unsur intrinsik merupakan sebuah unsur yang secara langsung hadir dalam membangun sebuah cerita. Burhan Nurgiantoro dalam Sastra Anak :Pengantar Pemahaman Dunia Anak (2010:221),  mengatakan bahwa unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra dapat berupa unsur cerita fiksi yang secara langsung menjadi bagian dalam pembentukkan sebuah cerita pada karya sastra tersebut. Sedangkan unsur ekstrinsik didefinisikan sebagai unsur-unsur pembentuk yang berada di luar karya sastra, yang unsur tersebut tidak dapat dilepaskan dari kondisi masyarakat saat karya sastra tersebut dibuat, dan tetap memengaruhi sistem dalam membangun karya sastra. Ia juga mengatakan bahwa unsur ektrinsik diartikan sebagai sebuah unsur mengenai sudut pandang pengarang tentang sikap, keyakinan, bahkan pandangan hidup yang melatarbelakangi munculnya suatu karya sastra, atau dapat pula dikatakan sebagai ciri karya yang dihasilkan dari unsur biografi sang pengarang.

            Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada salah satu unsur intrinsik dalam cerpen yaitu amanat. Menurut Rusiana (1982:74), amanat diartikan sebagai suatu ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, dan dapat juga dijadikan sebagai sebuah jalan keluar permasalahan atau akhir permasalahan yang terdapat didalam sebuah cerita. Ciri-ciri amanat dapat dilihat dari hal-hal berikut ini, seperti (1) pesan moral yang akan disampaikan didalam sebuah karya sastra dapat ditemukan di bagian akhir cerita (2), amanat dapat berbentuk eksplisit ataupun implisit. (3) pesan moral yang telah disampaikan oleh pengarang dalam cerita tersebut bertujuan agar pembaca mau menerapkan pesan yang ada didalam cerita tersebut pada kehidupan sehari-hari.

            Dalam pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dapat didefinisikan sebagai sebuah karya yang mencerminkan suatu kenyataan yang ada di masyarakat. Pendekatan sosiologi sastra ini juga dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan yang menyangkut permasalahan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain. Wellek dan Warren (1993:111), menggolongkan sosiologi sastra menjadi tiga bagian. (1) sosiologi pengarang, yang membahas mengenai tentang status sosial, serta ideologi sosial sang pengarang sebagai penghasil karya sastra. (2) sosiologi karya sastra, yang membahas mengenai permasalahan sosial yang tercantum pada karya sastra (3), sosiologi sastra pembaca yang membahas mengenai suatu penerimaan pembaca terhadap karya sastra.Welek dan Warren (dalam Sapardi, 2003:94), mengatakan bahwa karya sastra dihadirkan sang pengarang untuk dapat dinikmati, dipahami, serta untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Termasuk pengarang karya sastra itu sendiri, karena ia juga merupakan anggota masyarakat yang terikat dalm status sosial tertentu. Terdapat dua fenomena sosial yang dapat saling melengkapi. Fenomena sosial tersebut ialah sastra dengan nilai kehidupan sehari-hari. Sastra juga dianggap sebagai sebuah produk kehidupan yang mengandung sebuah nilai sosial, filsafat, religi, moral, dan budaya didalamnya.

            Djamaris (dalam Triyani, 2010:14), mengatakan bahwa nilai estetika serta nilai pendidikan karakter terkandung dalam sebuah karya sastra. Nilai estetika dapat didefinisikan sebagai sebuah nilai yang dilihat dari segi keindahan suatu karya sastra. Baik dilihat dari segi isi, cara pengarang ataupun dalam pemilihan kata-katanya. Sedangkan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam sebuah karya sastra merupakan sebuah nilai yang diperoleh dari manfaat membaca karya sastra tersebut. nilai pendidikan karakter ini dapat berupa nilai sikap sopan santun, sikap saling menghargai atau sikap untuk mampu bersosialisasi. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut juga mencakup keseluruhan nilai yang terdapat dalam nilai agama, moral, ataupun sosal budaya.

 B. Hasil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun