Mohon tunggu...
Lipul El Pupaka
Lipul El Pupaka Mohon Tunggu... Wiraswasta - lagi malas malasnya

ini bio belum diisi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kelukaku

13 November 2018   10:10 Diperbarui: 13 November 2018   10:36 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu setengah tahun.

Laman pribadiku bungkam, atau boleh aku katakan telah hilang nyawa. Tidak ada aktivitas sama sekali. Penaku patah. Resahku tak terarah. Ilusi liarku mati sudah. Tak ada rangkaian kata indah tertulis mengatasnamakan namamu yang indah.

Seingat dayaku. Satu setengah tahun lalu, tiada hari tanpa mengeja namamu. Menelusuri gurat senyummu, hingga terangkai kata-kata yang aku namakan puisi. Walau dalam sedarku, aku paham, tak semua orang sepaham akan apa yang aku tuangkan. Salah satunya mungkin juga kamu. Tapi tak apa, rangkaian-rangkaian itu adalah cermin atas rasa. Seperti itulah ia. Ia mengalir saja seperti air. Dan aku percaya, suatu saat nanti akan bertemu muara yang tenang yang menyenangkan. Kita akan bertemu.

Puisi untukmu adalah nutrisi. Dalam sunyi sepi ia setia menemani. Mengobati nestapa menghibur diri. Namun belakangan ini, puisiku kelu dan teramat kaku. Lincahnya dulu jemariku merangkai, kini lemah sudah terkulai.

Membatin. Ke mana ilusi liarku berlari. Apakah ini pertanda namamu juga telah menyisakan bayang-bayang, pergi menjauh -- perlahan? Atau memang dayaku tak sekuat dulu waktu bersamamu.

Kasih.

Aku menulis puisi ini di bawah pokok tanjung yang mulai menjunjung. Di hadapanku, di atas ranting-ranting ada sepasang burung yang sedang bercumbu-ria. Dan ada sekelompok anak-anak dengan gembira-riang bermain kejar-kejaran.

Aku senyum-senyum sendiri. Sesekali menatapi langit biru, membayangkan kita bercumbu seperti burung itu. Dan sembari mengawasi anak-anak kita yang asyik bermain.

Kasih. Dalam harapku.

Semoga saja sandi dalam puisi ini tersampaikan padamu.

Di muara tenang adalah waktu temu, yang kemudian kita menyatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun