Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suku-suku Baru di Masyarakat Sipil dan Sumpah Pemuda

28 Oktober 2019   20:40 Diperbarui: 29 Oktober 2019   07:47 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrsi Polarisasi (Foto :CCO Public Domain)

Rupanya, mereka hanya butuh loyalitas yang pada umumnya untuk membangun perasaan aman. Suku suku ini dilabeli atribut, bukan pemikiran. Berpikir dan bertanya kritis bukan jadi bagian utama dari suku suku ini.

Mereka juga akan 'menghukum' anda bila anda mempertanyakan. Mereka tak segan menjadikan anda sebagai suku lain yang perlu diberi jarak.

Biasanya, suku-suku ini merasa memiliki kedekatan dan "previledge" pada sayap politik dan atribut tertentu. Tren ini bukan baru tetapi makin meningkat dan makin intensif di masa Trump.

Reomendasi 

Isu perpecahan ini muncul dalam diskusi di the World Economic Forum di Dubai (November 2018). Forum memberi rekomendasi perlunya intervensi :

  1. Pemerintah membuat strategi agar 'kami versus kalian' tidak makin tajam. 
  2. Pemerintah lebih memikirkan kelompok rentan, mengurangi kesenjangan si miskin, dan membangun kesejahteraan warga. 
  3. Lembaga legislator dan pemerintah diharapkan meningkatkan kemampuannya dalam membangun soliditas bangsa dan membangun iklim demokrasi yang relevan bagi kelompok muda.
  4. Peningkatan kemampuan eksekutif dan legislatif untuk menjadikan media sosial yang selama ini membawa dampak negatif dalam membelah warga negara untuk menjadi lebih positif.
  5. Pilar demokrasi diperkuat dengan media yang independen dan iklim yang sehat bagi warga untuk berpendapat.

Bagaimana dengan Indonesia? 

Apakah suku suku terbentuk di antara kita dan kita tidak mau saling berdialog dan mengakuinya?. Sebetulnya, golongan muda punya agenda sendiri. Bahkan, mereka menggunakan platform sosmed yang berbeda. Mereka tidak melirik FB. Penggunaan sosmef untuk hal produktif di antara warga muda yang harus dioptimalkan.

Di masyarajat sipil kita, suku suku itu memberi jarak dengan suku lain  dan memilih berbicara di antara anggota suku yang sama, yang diasumsikan punya 'nilai', 'pilihan' dan 'strata' yang sama .

Tampak bahwa suku itu dibentuk bukan lagi atas nilai nilai benar dan salah, tetapi pada kepentingan dan tujuan tertentu, dan seringkali karena fanatisme pada atribut tertentu.

Adakah 'suku' yang merasa lebih setara dibandingkan dengan 'suku' yang lain?. Apakah mereka merasa lebih punya klaim untuk membicarakan isu itu dibandingkan dengan suku lain?. 

Mungkinka mereka merasa berasal dari 'trah' suku unggulan dibanding dengan suku lain? .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun