Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Masyarakat Sipil Indonesia, Renta Sebelum Tua

20 September 2019   15:12 Diperbarui: 21 September 2019   10:40 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI : MASYARAKAT KORBAN POLITIK IDENTITAS DI KALA AHOK DIPENJARA KARENA PENISTAAN AGAM (FOTO : TEMPO)

Persoalan Papua. Kebakaran Hutan dan persoalan lain adalah PR besar.  Presiden tidak bisa berlindung dari balik alasan 'terjepit' partai. 

Jokowi tidak bisa lagi mengatakan 'yang penting kerja, kerja, kerja'.  Banyak agenda negara yang Jokowi harus selesaikan dengan baik dan damai.

Masyarakat Sipil, Kecolongan di Tikungan 
Secara global, terdapat meningkatnya kembali dialog untuk memperjuangkan hak hak sipil untuk isu hutan, kekerasan seksual terhadap perempuan dan soal inklusi sosial. 

Di sisi lain, represi kembali bermunculan di banyak wilayah dunia. CIVICUS meluncurkan hasil pantauan atas ratusan negara dalam laporan tahun 2018 nya. Laporan diterbitkan pada Maret 2019 yang lalu. 

Tercatat adanya persoalan sistemik serius yang mendera ruang ruang masyarakat sipil. Musuh masyarakat sipil yang terbesar, yaitu pelanggaran HAM dan keadilan sosial meningkat dan makin nyata. Musuh makin kuat, dan mereka seakan telah menang terutama dengan penggunaan dan rekayasa teknologi digital.

  • 109 negara, khususnya yang mengikuti sistem politik Cina melaporkan ruang masyarakat sipil yang makin sempit;
  • Polarisasi politik dan masyarakat yang terbelah menyebabkan mereka menaruh kemarahan kepada politisi korup. Sayangnya, kemarahan itu dilampiaskan ke segala arah tak beraturan 'unorganized'. 
  • Lembaga demokrasi disepelekan di Bolivia, Uganda, dan Amerika mencoba merubah konstitusi dan undang undang. Rupanya ini terjadi pula di Indonesia. 
  • Mahkamah Agung Kenya meminta Pilpres untuk diulang karena ditemukannya kecurangan.
  • Penemuan atas 'Paradise Paper' yang membongkar 11.5% kekayaan elit dunia yang ditanam di pertambangan lepas pantai membawa kegelisahan;
  • Kelompok dan pemerintah Malta, Mexico, Turki, Paraguai, dan Pakistan menyerang media dan jurnalis yang melaporkan kecurangan politik dan ekonomi dari pimpinan negara. Duterte menyeret Maria Ressa, jurnalis Rappler dan CNN Asia Tenggara karena Maria pernah mengangkat isu perdagangan obat yang melibatkan Duterte. Repotnya, jurnalis senior dan lembaga media terkenal justru ikut menyebarkan hoaks;
  • Blokade saluran internet jelang pemilu terjadi di Vietnam, Iran, Togo dan Kamerun, sementara di Amerika, penyedia jasa internet memberikan layanan berlebih kepada mereka yang membayar mahal. Sebaliknya, askes internet lembaga advokasi keterbukaan dan demokrasi diganggu;
  • Kelompok masyarakat dan pemerintah membayar kelompok dan organisasi yang tidak beradab 'uncivilized society' untuk mengganggu masyarakat sipil yang hendak menegakkan HAM;
  • Lembaga multilateral, termasuk Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) tidak diperdulikan. Sementara, nasionalisme secara sempit meningkat. Masyarakat sipil alami kesulitan karena mereka berpayung pada konvensi PBB. Ini terjadi di Mesir dan Bahrain. Isu pelanggaran hak buruh, sektor swasta, dan industri ekstraktif dilaporkan lebih dari seratus negara yang dipantau.
  • Nilai nilai patriarkhi, kasus kekerasan seksual seperti perkosaan dan pelecehan sesksual di tempat kerja meningkat cepat. Ini menunjukkan makin seriusnya persoalan, di samping meningkatnya kesadaran warga untuk melapor.Maria Ressa, Jurnalis CNN untuk Asia Tenggara yang Dipenjarakan Duterte (scmp.com)

Indonesia adalah bagian dari tren masyarakat sipil dunia. 

Memang, masyarakat sipil kita memang terhitung muda bila dibandingkan dengan masa Aristotle dan juga gerakan di masyarakat Eropa Timur, serta masyarakat sipil yang aktif di masa Aleksander Smolar di tahun 1978-1979. 

Namun, gejala yang ada menunjukkan bahwa masyarakat sipil kita telah alami persoalan yang serupa dengan kondisi di beberapa negara lainnya.  

Terdapat beberapa kasus skandar teknologi yang menghantam masyarakat sipil dunia. AI Now Institute di Universitas New York akhirnya membuka skandal skandal yang terjadi. 

Selain soal Cambridge Analytica memanen 50 juta profile pengguna Facebook untuk menyasar pemilih Amerika pada Pilpres 2016, Facebook membungkam atau diam atas laporan pencucian etnis Rohingya di Myanmar, kita juga melihat kasus algoritma palsu untuk membuat hasil tes siswa palsu berkaitan dengan deportasi ribuan siswa dengan visa oleh pemerintah Inggris. 

Dan, Akhirnya kehebohan Giveaway via Twitter dan berbagai berita terkait penggunaan siber dalam peperangan pada demokrasi yang belum dapat diidentifikasi siapa pelakunya menjadikan mayarakat sipil Indonesia dihantam sama buruknya dengan mereka di dalam demokrasi ala Duterte dan Trump. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun