Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Brondong Pelupa

26 Agustus 2019   11:41 Diperbarui: 28 Agustus 2019   09:38 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi : Wallpaperup.com

Sesekali ia berbicara dengan Mas Karso dan tertawa terbahak, seakan membincang hal lucu. Mas Karsolah yang 'mengupdate'ku. "Mas Adimas itu orang baik, mbak". Padahal, setahuku, Adimas nampak pemalu dan sedikit pendiam. 

Memang, beberapa kali aku lihat ia memandang aku dari jauh. Dan ia segera membuang pandangan bila kepergok. Tapi mana sempat kupikir. Sibuk sekali aku kerja warungan ini.

Ada satu hal yang sebetulnya aku mau tak mau ingat akan Adimas. Atau aku sebetulnya mengingatnya dengan malu. Rasanya tak pantas, aku mbak Sri penjual Gado Gado mengingat Adimas. 

Kulit Adimas yang berwarna terang sering memerah ketika terkena panas sehabis berjalan dari parkiran. 

Wajahnya yang tirus proporsional dengan alisnya yang tebal membingkai matanya yang tajam. Bibirnya bergaris tegas tapi tarikan senyumnya manis.  Rambut cepak rapi. Wajah cerdas, menurutku. 

Baju yang ia kenakan hampir selalu serupa. Baju hem lengan pendek dengan motif kotak kotak. Atau hem lengan pendek berwarna putih. Celana selalu dengan jins warna biru. Namun, satu hal. Adimas selalu paling wangi dibanding mahasiswa lainnya. 

Bagaimana aku tak kenal wanginya?. Itu wangi yang tidak menyengat. Hangat, ringan, dan segar. Kucium aromanya ketika ia membayar ke meja kasir. 

Oh ya, Adimas memang terhitung sebagai pelanggan yang paling sering menghampiriku. Bukan apa apa. Ini karena Adimas sangat pelupa. 

Hampir selalu ada barangnya yang tertinggal di warung. Kunci motornya sering tertinggal. Dan Adimas hampir selalu tergopoh balik ke warung bertanya padaku untuk mencari kunci itu. Padahal ia sudah sampai di parkiran kampus.

Di saat lain, Adimas mencari cari buku catatan kuliahnya. Adimas meletakkan begitu saja bukunya di atas meja di warung. Karena Adimas selalu duduk di meja yang sama, aku segera tahu bahwa buku itu adalah miliknya.  Aku tak pernah ingin tahu isi bukunya.   Biasanya aku hanya minta Mas Karso menyimpannya, sampai Adimas mencarinya.

Ngutang karena lupa bawa dompet? Itu sudah biasa. Aku percaya dia. Toh ia selalu datang ke warung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun