Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Malam Terakhir Bersenandung Bersamamu

18 September 2021   06:08 Diperbarui: 18 September 2021   06:21 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambarhttps://pin.it/5Moo4Ww

Aku tegar ketika engkau melangkah pergi menuju keabadian. Sebelumnya bibirmu berulang kali mengucapkan kata-kata ragamu telah lelah. Terlalu lama direjam sakit penyakit yang sekian tahun telah bersamamu.

Mencintaimu dengan sederhana, merawatmu penuh cinta adalah bentuk kasih yang tulus dari hati terdalam. Bila senja berganti dengan malam, penuh harap engkau masih ada di sampingku keesokan harinya. Pelukan hangat yang lemah dan tak berdaya.

Memelukmu dalam gelap, tak terasa air bening mengalir di pipi. Tak tega melihat engkau menahan sakit luar biasa. Angin berhembus perlahan-lahan menambah keheningan malam. Ragamu memberontak ingin menyudahi sakit yang tak berujung. Melihat engkau menahan segala rasa seperti disiram cuka dan ditusuk duri bahkan lebih. Aku ikut terisak di sampingmu sambil memeluk tubuh yang pucat dan ringkih. Memberikan kekuatan melalui bibir yang berucap pinta kepada-Nya. Aku ingin Tuhan segera menyudahinya.

Ribuan malam telah berlalu, malam ini aku berpasrah diri kepada-Nya agar memberikan kesembuhan abadi.  Melihat belahan jiwa menderita sekian tahun hari ini adalah kebersamaan  yang terakhir. Bernyanyi bersama dengan anak-anak lagu favoritnya yang selalu berkumandang akhir-akhir ini setiap malam sebelum tidur. Lagu itu dinyanyikan penuh hikmat meringankan rasa sakit sementara. Bibir itu mencoba tersenyum, tetapi yang terlihat hanya raut menahan sakit yang tak terhingga.

Wajahmu sudah sepucat kapas namun masih bisa menyanyikan lagu kesukaan. Sekaligus sebagai penutup kebersamaan kita mengayuh bahtera rumah tangga. Yang sekian tahun di tengah ombak derita. Yang mampu membuat aku bertahan adalah anak-anak yang terlahir dari rahim ini. Buah cinta antara aku dan kau. Kekasih tak sudi hatiku berpisah denganmu. Biarlah lara selalu mendampingi asal engkau selalu di sisiku.

Tetapi ketika cambuk derita menderamu, aku tidak sanggup melihatmu menahan sakit yang tiada henti-hentinya. Hampir setiap hari air mata mengalir di pipi. Menyaksikanmu penuh peluh bila rasa sakit itu menyerang hampir seluruh inci tubuhmu. Jika aku bisa merasakannya agar mengurangi rasa sakit itu. Aku rela berbagi sayang. Tetapi engkau selalu berusaha tetap tegar. Senyummu mengatakan bahwa engkau tidak apa-apa. Tetapi ragamu mengatakan bahwa yang engkau rasakan seperti ditusuk-tusuk ribuan sembilu.

Malam terakhir bersenandung denganmu, aku rela menyudahi derita yang sekarang hampir setiap saat mendera bagaikan cambuk. Aku berseru dan memohon kepada-Nya. Tuhan berikanlah belahan jiwaku kesembuhan abadi. Aku rela Tuhan, Engkau memegang tangannya. Mengajak kekasihku tinggal bersama-Mu di taman firdaus. Tuhan aku sudah siap tanpa kekasihku di alam yang fana. Aku percaya derita ini akan berujung bahagia asal Engkau di sisiku.

Erina Purba
Bekasi, 23072021

Sudah ditulis di blog Warkasa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun