Mohon tunggu...
Leksi  Salukh
Leksi Salukh Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis untuk mencatat Fakta yang terjadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Suku Boti di Tengah Modernisasi

24 Juli 2017   10:12 Diperbarui: 25 Juli 2017   16:50 2044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://wwwnilsoi.blogspot.com

Kehidup masyarakat suku Boti di desa Boti, sampai kini masi secara tradisional, tempat makan seperti piring, gelas dan sendok terbuat dari tempurung kelapa, tudung dari anyaman daun lontar dan daun gewang. Tempat menyimpan makanan terbuat dari anyaman, masak tanpa mengunakan penyedap rasa seperti ajinomoti dan masako, kecuali garam, tempat menyimpan air juga terbuat dari bambu, anak-anak ditiap keluarga tidak semua disekolahkan. Bahan dasar tenun dan pakian dari kapas.

Perkembangan moderisasi pada saat ini, telah mengikis kehidupan tradisional diberbagai bidang, namun untuk masyarakat suku Boti, Desa Boti Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang terkenal hidup dengan kehidupan tradisional, mempunyai cara tersendiri guna mempertahankan keaslian budaya dan anutan kepercayaan Halaika.

Beberapa waktu lalu, penulis mengunjungi langsung, Desa Boti bersama dua mahasiswa pasca serjana UKSW Salatiga, Fitri Ciptosari dan Windy Paskawati. Ketika tiba di pintu gerbang kampung Boti terpampang tulisan, "Selamat Datang di Desa Boti". Dari pintu gerbang tersebut 500 meter tiba di Istana(Sonaf) Raja Boti.

Anak Tak Semua Sekolah

Untuk mempertahankan kehidupan masyarakat suku Boti yang tradisional dan menganut kerpercayaan Halaika, dalam setiap keluarga tidak menyekolahkan semua anak. Contohnya, dalam turunan raja Nunah Benu yang anaknya empat orang dua saja yang sekolahkan sedangkan duanya tidak." Dua dari kami empat bersaudara, bersekolah dan duanya tidak bersekolah,"Tutur Putri Bungsu(Fetnaimnuke) Raja Nuna Benu Molo Benu.

Diceritakan anak dari Raja Nuna Benu terdapat empat anak yakni Muke Benu, Laka Benu, Namah Benu dan dirinya Molo Benu. Dari keempat anak itu duanya disekolahkan, sedangkan duanya tidak sekolah. " Saya sebagai Putri bungsu dan Kaka laki-laki tertua Laka Benu yang disekolahkan, sedangkan Putri Sulung Muke Benu dan Namah tidak sekolah. Alasan mereka tidak disekolahkan agar terus mempertahankan keaslian suku Boti. Kami yang bersekolah bukan berarti melupakan kebiasan suku Boti,"Katanya.

Dia menuturkan cucu dari Raja Nunah Benu sudah sebanyak delapan orang terdiri dari empat laki-laki dan empat perempuan. Muke Benu, sebagai putri sulung telah menikah dan memiliki enam anak yakni empat perempuan dan dua laki-laki. Sedangkan Laka Benu yang kini bermukim di Niki-niki sudah menikah juga dan memiliki dua orang anak laki-laki. Sedangkan Namah dan dirinya sebagai bungsu belum menikah. Cucu dari Muke Benu tiganya disekolahkan dan tiganya tidak disekolahkan. Sedangkan anak Laka Benu Putra tertua yang sulung diberi nama Nunah sejak berumur satu tahun dibawa dari Niki-niki ke Boti dan kini sudah berumur empat tahun tak disekolahkan," Generasi penerus sudah ada. Kita dijanjikan Almarhum untuk terus pertahankan suku Boti. Bagi yang masuk menikah dengan kami harus terus menganut Halaika bagi laki-laki harus berkonde,"katanya sembari menambahkan dari keempat anak Raja Nunah Benu sampai saat ini terdapat dua yang belum menikah yakni Namah Benu dan dirinya.

Bahan Dasar Tenun Kapas

Selain mempertahankan keaslian suku Boti dengan tak menyekolahkan semua anak-anak dan mengharuskan bagi yang menikah menganut Halaika, Adapula pengunaan kapas sebagai bahan dasar pembuatan kain tenun ikat. " Sarung, Selimut dan Selendang hasil tenun bukan mengunakan benang tapi mengunakan kapas yang ditanam dikebun, kemudian dipintal secara tradisional dan diberi warna dari tumbuh-tumbuhan,"Ungkapnya.

Pola hidup tradisional lain yang dipegang sampai saat ini juga yakni mengunakan tempat makan, minum dan sendok dari tempurung kelapa. Sementara tempat ambil air mengunakan bambu dan masak mengunakan periuk dari tanah liat. Bahasa setiap hari mengunakan daerah. " Tidak pakai benang toko, tapi pake kapas dan di pintal secara tradisional. Kita masak juga tak pakai bumbu kecuali garam. tempat penyimpanan air mengunakan bambu."kata Cucu Raja Nunah, Liu Sae.

Tak menerima bantuan kecuali hadiah, sejak dulu di pesan tak boleh meminta sumbangan dan menerima bantuan kecuali hadiah." Ada beberapa hadiah saat pameran tenun, Hasil tenun disini juara, tapi kalau bantuan tidak terima,"Katanya sembari menunjuk Generator hadiah dari mantan Gubernur NTT Almarhum Piet A Tallo saat menjabat tenun asal Boti juara dua.

Selain itu,Pilihan Politik dipesankan untuk tetap memilih Partai Golkar," Calon dari Pohon beringin, kita dipesan untuk pilih,"Katanya.

Larang Produk Luar

Pewaris kerajaan suku Boti Namah Benu terpisah mengaku banyak wisatan yang mengunjungi Boti. Pengunjung baik dari dalam maupun luar negeri." Wisatawan datang menginap hingga empat hari empat malam." Urainya.

Sumber: https://wwwnilsoi.blogspot.com
Sumber: https://wwwnilsoi.blogspot.com
Para wisatawan yang berkunjung ke Sonaf Suku Boti dilarang membawa produk dari luar. Wisatawan hanya diperkenankan menikmati indahnya Sonaf Suku Boti, serta melihat hasil karya komunitas Boti. Suku Boti mendiami lahan sekitar enam hektare yang ditata rapi.

Kini jumlah warga suku Boti sebanyak 76 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk mencapai 316 jiwa. Suku Boti masih percaya dan menyembah kepada alam mereka (halaika). Dalam penganutan kepercayaan kepada alam, laki-laki tidak diwajibkan untuk menggunting rambut. Sebab adat dan tradisional masih terikat erat oleh Suku Boti dan ini menjadi daya tarik tersendiri. Para pengunjung juga berkesempatan melihat lansung souvenir yang disiapkan kelompok wanita di sebuah bangunan yang ada dalam sonaf tersebut. Souvenir tersebut di antaranya tempat minum dari bambu, tempurung kelapa, gelang hasil pintal kapas, selendang, selimut, patung-patung, dan kalung dari pintalan kapas. Bagi para pengunjung yang ingin menginap disediakan tempat menginap, meski dibangun dari bebak beratap alang-alang. Penginapan yang disiapkan, kata Namah Benu, dikerjakan bersama warga Suku Boti.

Sumber: https://wwwnilsoi.blogspot.com
Sumber: https://wwwnilsoi.blogspot.com
Kepala Desa Boti Balsasar Benu menjelaskan, Desa Boti merupakan desa wisata kebudayaan. Di mana ada masyarakat Desa Boti yang masih mempertahanakan budaya Atoin Meto (Orang Timor). Mereka ada satu dusun dengan jumlah 76 KK dan 316 jiwa. Mereka ini masih fanatik terhadap budaya, meski sudah ada perkembangan dan kepercayaan kepada Tuhan, namun Suku Boti ini hingga kini masih percaya pada alam." Disini kami hidup rukun dan setiap mereka yang ini menikah harus menganut paham kita,"Katanya.

Mahasiswa Pacsa Serjana UKWS Fitri Ciptosari mengaku sebagai pengunjung desa boti adalah kunjungan saya yang paling teristimewa selama di NTT, setelah pulau rote (pantai nembrala) dan kupang. Karena bisa melihat keaslian budaya dari suku Boti yang masih terjaga dengan sangat baiknya. Kearifan lokal, kesantunan tutur kata sungguh sangat saya kagumi. Kearifan lokal yang sangat saya kagumi adalah tenun nya yang terbuat dari kapas, dan pewarnaan yang digunakan juga menggunakan pewarna alami di sekitar. Desa ini sungguh sebagai contoh desa yang swadaya, yang kaya akan kearifan lokal. Sungguh saya sangat menggumi suku boti." Boti luar biasa,"Katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun