Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Papa dan Ayah] Malaikat di Pentas Seni

22 November 2019   06:00 Diperbarui: 22 November 2019   06:17 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lama menangis, aku bangkit meninggalkan taman sekolah. Aku berlari keluar halaman dan menyetop taksi. Kusebutkan alamat rumah dengan suara bergetar. Supir taksi memandangku prihatin karena sepanjang perjalanan aku terus mengeluarkan air mata.

Tiba di rumah, tubuhku membeku seperti patung es. Papa dan Ayah berlarian ke teras begitu sadar aku pulang dalam kondisi kacau.

"Masya Allah...Silvi! Kenapa, Sayang?" Ayah bertanya panik.

"Siapa yang bikin kamu nangis? Biar Papa hajar!" geram Papa.

Kuceritakan semuanya. Ayah memelukku sangat erat. Papa memaki-maki Frater Gabriel.

"Sayangku, tenang ya. Sudah, jangan sedih lagi. Ayah pastikan kamu nggak akan sendirian saat datang ke pensi." hibur Ayah seraya menghapus air mataku.

**    

-Fragmen si kembar

Silvi sudah lama jatuh tertidur. Dia baru bisa tidur setelah Calvin menyanyikannya lagu dan memeluknya di ranjang. Calvin turun dari kamar Silvi lalu menghampiri Adica di ruang keluarga.

Langit masih betah dalam tangisnya. Tak seperti biasa, malam ini Adica berhenti berkencan dengan laptop dan kertas-kertas kerja. Ia tenggelam dalam pikiran sambil menatap kosong layar TV. Remote dipencet-pencetnya tanpa arah. Dua cangkir Earl Grey mengepul hangat di atas meja marmer.

"Thanks," Calvin berterima kasih setelah Adica mengisyaratkannya untuk mengambil satu cangkir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun