Perkataan Catharina menohokku. Anak macam apa aku ini? Aku tidak tahu banyak tentang Ayah. Sedangkan Ayah, tahu semua tentangku. Ayah bahkan lebih memahamiku ketimbang Papa. Ayah tahu aku suka susu coklat. Makanya, tiap pagi dia membuatkannya untukku. Ayah tahu lily adalah bunga kesukaanku. Sering kutemukan sebuket lily dari Ayah bertengger manis di meja belajarku.
Kami sampai di food court. Catharina bertanya kenapa aku lebih pendiam dari sebelumnya. Kukatakan semuanya baik-baik saja. Kubiarkan ia memesan dua porsi nasi goreng, crepes vanilla, es krim strawberry, dan Thai tea. Gila juga anak itu. Hujan-hujan begini makan es krim.
Kulirik jendela food court. Hujan deras menerpa kaca jendela. Deru hujan membuatku rindu rumah. Aku ingin cepat pulang dan memeluk Ayah.
Baru saja piring nasi goreng kami tandas, Catharina ditelepon ibunya. Ia disuruh pulang. Katanya, ia diminta bantu-bantu persiapan Ibadat Syukur nanti malam. Kakak Catharina baru saja menyelesaikan kuliahnya.
"Silvi, nggak apa-apa kamu pulang sendiri?" Ia meyakinkanku, nadanya bersalah.
"Nggak masalah. Kamu pulang aja. Semoga lancar acaranya."
Ia meninggalkanku dengan menyesal. Kurogoh tasku. Saatnya menelepon seseorang.
** Â Â
-Fragmen si kembar
Calvin mendesah tak kentara. Diremasnya kertas tebal berlogo rumah sakit. Hasil pemeriksaan yang buruk. Sampai kapan Mr. C memusuhinya?
Dokter Tian berkata meneguhkan. Dimintanya Calvin tetap bersemangat menjalani kombinasi kemoterapi, radiasi, dan terapi target. Untuk melakukan pembedahan sudah tak memungkinkan. Terlalu berisiko, mengingat besarnya ukuran tumor dan kondisi tubuh Calvin yang lemah.