Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malaikat Itu Tak Lelah Mencintai

6 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 6 Maret 2019   06:05 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Datanglah ke rumah sakit, dan kau akan bersyukur."

Pesan mendiang Mamanya terpatri kuat di hati Calvin. Tak seperti kebanyakan orang yang benci rumah sakit, Calvin menganggapnya bagai rumah kedua. Ia mencintai bangunan putih beraroma obat itu, sama seperti ia mencintai rumah mewahnya di lereng bukit sana.

Di rumah sakit, ia melihat cinta. Cinta tulus paramedis pada pasien, cinta pembesuk pada pasien, cinta keluarga pada orang sakit, dan cinta pada Tuhan. Rumah sakit menjadi rumah doa. Tiap hari, doa-doa dari berbagai agama terlantun indah di sini.

Sejak kecil, Calvin mengakrabi rumah sakit. Berkali-kali ia telah menjadi pasien, pembesuk, dan anak big boss. Ya, rumah sakit besar ini milik Mama-Papanya.

Saat turun dari mobil, beberapa staf rumah sakit menyapanya. Seorang petugas sekuriti menerima kunci mobilnya. Dua suster dan seorang dokter melempar pandang penuh arti, ramah bercampur khawatir. Ah, Calvin benci tatapan itu. Mengapa semua orang harus mengkhawatirkannya? Calvin Wan tak suka dikhawatirkan.

"Saya masih kuat berjalan sendiri." tolak Calvin halus saat seorang suster menawarinya kursi roda.

Pria berjas hitam itu melangkah ke lantai tiga. Melewati sal demi sal. Menangkap bermacam suara: tangis, tawa, jeritan, muntahan, erangan, dan ratapan. Di unit Onkologi, Dokter Tian menyambutnya.

"Ah, Calvinku. Kau nekat sekali. Menyetir mobil sendiri...itu bahaya."

Calvin tersenyum, pelan menyahuti. "Supir saya sakit, Dokter. Mana tega saya membiarkannya tetap bekerja?"

"Nice boss. Ayo mulai."

Terapi itu, jarum-jarum suntik itu, menusuk lengannya. Terpancar kesakitan di mata sipit bening itu. Calvin bertekad tetap kuat. Ia harus kuat, demi seseorang yang masih membutuhkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun