Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Bekerja dengan Hati

18 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 18 Desember 2018   06:19 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Opening statement. Ringan, hangat, bersahabat, dan singkat saja. Adica menyapa pendengar dengan suara empuknya.

Pagi berhujan ini menjadi lebih hangat dengan lagu-lagu easy listening dan suara empuk sang violinis. Sejumlah staf yang ikut mendengarkan, mulai membaik mood-nya. Namun, tidak semuanya begitu.

Masih banyak yang tak menyukai Adica. Terlebih, sejak ia diadopsi Abi Assegaf. Kali ini, bukan lagi Deddy dan Sasmita yang mengibarkan bendera perang. Justru staf-staf perempuan yang mencari masalah.

Ruangan divisi promosi memanas oleh bisikan-bisikan negatif. Mereka membicarakan soal project sandiwara radio yang akan dieksekusi hari ini. Mereka iri, iri lantaran Adica hanya memasukkan nama-nama tertentu sebagai pemeran dalam naskah itu. Ada project berarti ada uang. Para staf perempuan itu sama sekali tidak dilibatkan. Mereka menginginkan uang tambahan dari proyek-proyek semacam itu. Namun, harapan tinggal harapan.

Lain lagi dengan Abi Assegaf. Ia yang meloloskan, ia pula yang memberikan uang yang seharusnya jadi miliknya dalam proyek itu untuk orang lain. Baginya, uang insentif tambahan dalam proyek sangat kecil nilainya. Ia malah berbagi untuk cleaning service Refrain.

Lihatlah, betapa berbedanya para pekerja radio yang bekerja dengan hati dan yang bekerja demi uang. Mereka yang kaya bekerja dengan hati. Tidak materialistis, tidak menjatuhkan orang lain demi materi.

Selesai siaran Harmoni Pagi, Adica didatangi Abinya. Seperti biasa, Abi Assegaf memeluknya hangat. Anak perempuan dan anak lelaki diperlakukannya sama. Mereka sama-sama mendapat pelukan dan ciuman kening. Sudah biasa, benar-benar sudah biasa.

"Adica anakku, ayo kita ke ruang rekaman. Sebentar lagi produksi sandiwara radio." ajak Abi Assegaf.

Adica mengangguk. Mengulurkan tangan, ingin membantu Abinya berjalan. Namun, Abi Assegaf menolak. Pagi ini, dia cukup kuat berjalan sendiri.

Interaksi ayah dan anak laki-laki itu ternyata sulit dicerna nalar mereka yang berpikiran kotor dan picik. Ada yang menganggap Abi Assegaf dan Adica terlalu berlebihan mengekspresikan rasa sayang. Sedikit di antara mereka menduga Abi Assegaf punya orientasi seksual yang menyimpang. Bodohnya mereka yang berpikiran begitu. Jelas-jelas Abi Assegaf punya istri, dan Adica punya Syifa. Konteks kemesraan ayah dan anak berbeda dengan konteks kemesraan sepasang kekasih.

**     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun