Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Melodi Silvi] Izrail Jatuh Cinta Padaku

6 April 2018   06:00 Diperbarui: 6 April 2018   08:26 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tidak, Syifa. Aku tidak ingin meninggal di rumah sakit. Aku ingin di sini, di pelukanmu."

Sakit begitu tajam menusuk dadanya. Tanpa sadar rengkuhannya bertambah erat. Mungkin lantaran menahan sakit.

"Syifa...aku mencintaimu."

Hati Syifa bergetar. Seraut wajah di sisinya kian pucat. Tanda-tanda kehidupan perlahan meninggalkan tubuhnya. Mungkin inilah waktunya.

"Laa illaha ilallah."

Sedetik. Tiga detik. Lima detik setelah kalimat itu terucap, Izrail benar-benar datang. Mencabut nyawa dengan lembut. Syifa terisak-isak. Ia telah kehilangan. Serasa nyawanya sendiri yang tercabut.

Kesedihan Syifa menggerakkan hati Calvin, Revan, Anton, Albert, dan Dokter Rustian. Terburu-buru mereka mendekat. Shock melihat apa yang terjadi.

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un..." desis mereka bersamaan, sedih dan kehilangan.

"Papa, mungkinkah masih ada harapan? Bisakah kita bawa ke rumah sakit dan melakukan resusitasi jantung paru atau apa?" tanya Albert, suaranya bergetar.

Pertanyaan Albert disambuti tatapan putus asa Dokter Rustian. Tidak, tidak bisa. Syifa menangis terisak, menciumi wajah pria belahan hatinya. Mata Calvin dan Revan berkaca-kaca. Anton tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Mendung membayangi wajah sabar Dokter Rustian. Dua titik bening terjatuh dari pelupuk mata.

Hati mereka terpagut kesedihan. Sedih yang teramat menyakitkan. Kehilangan itu sakit, sangat sakit. Namun kehilangan adalah sebuah kepastian. Sepasti musim dan waktu, sepasti kematian. Kehilangan layaknya racun cinta. Pedih, perih, menyakitkan, namun sulit menemukan penawarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun