Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Melodi Silvi] Izrail Jatuh Cinta Padaku

6 April 2018   06:00 Diperbarui: 6 April 2018   08:26 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Guys, ini saatnya." kata Revan, tegang bercampur bahagia.

Calvin, Albert, Adica, Syifa, Anton, dan beberapa sepupu Revan dari Turki mengangguk. Mereka stand by di posisi masing-masing. Lalu mulai menari. Ya, mereka menari. Halay, itulah tarian yang mereka peragakan. Tarian khas Turki yang mengkombinasikan gerakan tangan dan kaki. Halay biasanya ditampilkan di acara-acara besar seperti pernikahan.

Alunan Davul dan Zurna mengiringi tarian mereka. Para tamu dibuat terpesona. Seperti melihat sepasukan bidadari dan malaikat cantik dan tampan turun dari langit. Mempertontonkan gerakan-gerakan indah. Di antara mereka, Calvin dan Revanlah yang paling sempurna gerakannya. Tak heran, karena keduanya mantan model. Terbiasa menghafal serangkaian gerakan koreografi.

Calvin Wan menari, kembali tebar pesona dengan koreografinya yang memikat. Sempurna, semua mata tertuju padanya. Musik terus dimainkan. Calvin melingkarkan jari kelingkingnya ke jari kelingking orang yang menari di sebelahnya. Entah keberuntungan atau apa, kelingkingnya bertemu dengan kelingking milik seorang gadis Turki berparas cantik. Pastilah dia salah satu sepupu Revan. Hati mereka berdesir. Jantung mereka berdebaran. Itulah kali pertama Calvin menari dengan perempuan Turki.

Lain lagi dengan Dokter Rustian. Di bangkunya, ia terkesan menatapi putra satu-satunya yang lincah menari Halay. Tak menyangka Albert bisa menari juga. Tatapannya beralih pada Baba dan Anne di pelaminan. Hatinya disergap kesedihan tanpa permisi. Ironis, dirinya gagal mempertahankan pernikahan. Sementara itu ada pasangan lain yang mampu bertahan selama 50 tahun. Walaupun sempat terbelenggu 15 tahun hidup tanpa anak.

Bila Dokter Rustian larut dalam ironi, Adica dan Syifa merasakan kehangatan. Jari kelingking mereka melingkar erat. Bukan hanya jari, tatapan mereka pun bertemu. Syifa menatap mata Adica dalam-dalam. Hatinya dialiri kebahagiaan. Senangnya bisa sedekat dan semesra ini dengan suaminya.

30 menit berlalu. Halay pun selesai. Calvin, Adica, dan Syifa memisahkan diri dari yang lain. Mencari tempat yang lebih private. Sebisa mungkin Calvin menjaga jarak aman dengan Adica dan Syifa. Ia hanya ingin memastikan sepupu sekaligus adik angkatnya baik-baik saja.

"Menari seperti itu membuatku bebas, serasa menemukan diriku kembali." Adica mengungkapkan perasaannya. Syifa mengangguk mengiyakan, tersenyum menawan.

"Kausuka tariannya?"

"Suka sekali."

"Aku juga. Aku pun menyukai gerakanmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun