Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lupakah Kamu?

15 Mei 2017   06:47 Diperbarui: 15 Mei 2017   07:51 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Itu bukan steak, Sayang. Namanya melted salami chicken.” Renna lembut menjelaskan.

“Oh...David kirain itu steak.”

Meski David menolak, Albert tetap membelikannya Jolly Time Pop Corn dengan varian rasa karamel. Tak hanya itu. Ia pun membelikan Oreo Cream Mille Crepes. David senang sekali menerimanya. Tepat pada saat itu, Emilianus datang. Wajah datarnya seketika berubah tegang melihat David bersama Albert dan Renna.

“Apa yang kalian lakukan pada anakku?” tanyanya dingin.

“Hanya menggantikan peranmu untuk sementara. Menyenangkan hatinya dan memanjakannya.” Di luar dugaan, jawaban Albert tak kalah dinginnya.

Emilianus terdiam. Tak disangka, Albert yang dikenalnya berpembawaan hangat dan ramah bisa bersikap sedingin itu.


Albert bangkit dari kursinya. Berdiri berhadapan dengan Emilianus. Terlihat perbedaan mereka sangat mencolok. Tinggi Emilianus hanya berkisar 153 senti, sedangkan Albert dua puluh senti lebih tinggi darinya. Tipikal wajah dan penampilan mereka pun jauh berbeda. Dalam kemarahannya, Albert seakan terlihat lebih tinggi. Sebaliknya, sosok Emilianus seolah makin mengecil. Mengerikan, apa yang akan terjadi?

Renna mencengkeram erat lengan David. Siap menjauhkannya dari meja ini. Ia tahu seperti apa Albert luar-dalam. Jangan salah, orang berhati lembut justru menyeramkan saat ia marah. Albert jarang sekali memperlihatkan kemarahan. Sekali menampakkan amarah, akibatnya fatal.

“Emilianus...kamu membuatku kecewa.”

Suara barithon itu tak lebih dari bisikan. Akan tetapi, Emilianus dapat mendengar jelas kata-katanya.

“Lupakah kamu, Emilianus? Lupakah kamu tentang amanah itu? Lupakah kamu tentang arti dari tanggung jawab? Kamu ingin lari dari tanggung jawab? Kamu ingin menyia-nyiakan David untuk kedua kalinya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun