Mohon tunggu...
Latifa Fitriani
Latifa Fitriani Mohon Tunggu... -

Belajar dan tawakal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesayangan

5 Juni 2018   20:34 Diperbarui: 5 Juni 2018   20:47 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Panggil saja  "Si Ganteng" sosok mungil, polos, nan lugu yang paling jago menarik hati disetiap celah waktu keluargaku. Suatu anugrah besar dari Tuhan yang tak mampu tergantikan. Kehadirannya memberi gemerlap aura bagi kami. Seolah keluargaku senantiasa diwarnai semarak keceriaan karena tingkahnya. Semenjak aku merantau demi menimba ilmu kerinduan pun senantiasa mengintai hari-hariku. Apakah adik tahu? Membayangkan wajah gemasmu saja sudah bisa buat mood kakak melonjak girang. Terlebih apabila orangtuamu memposting foto atau videomu  di media sosial jujur kakak sangat terharu bahagia.

Adik bagaimana kabarmu? Ah... padahal baru kemarin aku bertemu. Tapi rasa rindu ini masih sering kambuh. Adik ganteng,  kamu benar-benar telah berubah banyak. Berlalu sebulan saja, jauh darimu membuatku seolah buta dengan pertumbuhan dan perkembanganmu. Kala pertama aku  kembali ke rumah melihatmu yang tengah sibuk duduk ditikar memainkan botol, membuatku bersemangat penuh antusias menghampiri dan mengulurkan tangan tak sabar ingin menggendong tubuh mungilmu. 

Uh... sayang kau malah merengek gusar. "Ah yang benar saja! Masak kau pura-pura lupa? Padahal selama ini kau amat manja denganku," gumam batinku. Beberapa menit kemudian hal yang fantastis terjadi. "Awas Dek hati-hati!," seruku spontan sembari tanganku lincah memegang bahumu dengan rasa cemas. Betapa tingkahmu membuatku terkejut bin syok. Kedua jemarimu dengan santai menggapai pegangan kursi diiringi kakimu yang ikut berdiri tegak. Nuraniku sebagai kakak pun tumbuh tentu aku tak ingin terjadi hal buruk padamu, sebagaimana pengalaman silam kau pernah menangis karena jatuh.

"Biarin aja, dek ganteng udah mahir kok terantanan gak usah dipegangi kayak dulu lagi," Sahut ibumu (kakak kandungku) berkomentar.

Sekejap aku terdiam membisu.

"Oh ya, Adik sekarang juga gak suka digendong lagi loh Kak. Sukanya merangkak kalau gak gitu sibuk mainan," ujar Kakakku lembut.

"Hemmm pantesan mbak, kok tadi pas mau aku gendong malah rewel," seruku tersadarkan.

Aku menatap wajah Ibumu hanya menjawab senyum simpul.

Adikku sayang, kini kakak mulai paham masa usiamu adalah masa emas. Masa yang begitu berharga karena pada usiamu perkembangan senatiasa upgrade. Perkembangan terjadi baik dari segi fisik, psikis, maupun psikososial selalu bekerja.  Dek Ganteng, sekilas kakak teringat anak guru kakak yang tanggal lahirnya sama persis denganmu. 

Namun, perkembangan diantara kalian berbeda. Aku masih ingat ketika kamu sudah bisa duduk tegak sementara anak guruku untuk duduk saja masih perlu dibantu. Kasus lain ketika Adik baru bisa merangkak, eh keponokan teman kakak baru bisa duduk tegak. Benar perkataan ibumu bahwa perkembangan bayi tidaklah selalu seragam. Seringkali standar-standar yang ada tidak sesuai dengan bayi di seluruh dunia. Hal lain yang perlu diketahui bahwa semua butuh belajar dan proses. 

Khususnya bagi sang pengasuh (terutama orang tua) hendaklah pandai dalam melatih sang anak karena pada usianya adalah masa yang potensial, tentu sesuai koridor yang ilmiah. Hal ini terbukti dari pengalamanmu Dek, berubung kau langganan jatuh dari ranjang kasur. Akhirnya ibumu berinisiatif mengajarimu tekhnik turun dari ranjang kasur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun