Rendevu tidak hanya mendekatkan kami sebagai personel sebuah band tetapi juga dalam persahabatan secara personal. Orang-orang yang semula asing itu kini menjadi warna di kehidupanku. Kami pun mulai berlatih di studio, tepatnya di sekitaran SMA Bukit, sekolah yang pernah ingin kutuju.
Lazimnya remaja, kami pun mulai merasakan rasa yang berbeda dengan lawan jenis. Tak terkecuali diriku. Aku mulai merasakan getar2 tak biasa ketika melihat sesosok makhluk tinggi semampai, dengan kulit putih dan rambut pendek sebahunya. Tapi aku ga kenal dengan sosok manis itu, karena memang kami ga sekelas.
Seperti hari ini, aku menatap takjub ke arahnya yang sedang bermain basket. Tubuh semampainya meliuk2 melewati pertahan lawan dan diakhiri sebuah lay up yang membuahkan poin. Ah aku benar2 terpesona dengan makhluk satu ini. Sudah cantik, tinggi, putih, jago basket pula.
"Rana, kamu lihat apa? Kalo pengen maen basket juga, silahkan keluar" tegur guruku yang menangkap basah diriku yang sedang menikmati pesona yang tersaji di lapangan basket.
"Maaf bu" ujarku sambil kembali fokus menyimak apa yang disampaikan bu guru di depan kelas.
"Ngeliatin siapa sih tadi, sampe2 ditegur guru gitu. Hayo ngaku" tembak Atma membuat mukaku memerah.
"Ya liatin orang maen basket lah, asik juga kayaknya maen basket" elakku.
"Bukannya kita udah sering maen basket dari SMP? Kok baru ngomong asiknya baru sekarang?" selidik Atma yang tau kebohonganku.
"Ga tau ah, laper nih, aku mau ke kantin" ujarku berlalu pergi.
"Eh tunggu kami juga laper kali" kejar Atma diiringi Ahmad, Alfi dan Steve.
Aku tersenyum simpul melihat Steve dengan wajah bulenya menyantap pempek dengan kuah lotek, lahap sekali kawanku yang satu ini.
Pempek kuah lotek adalah menu andalan di kantin SMA Wahid. Jadi pempek disini ga hanya tersedia dengan campuran kuah cuka, tapi juga ada varian kuah lotek. Unik rasanya dan kurasa ini pertama kalinya ada orang yang mengkombinasikan pempek dan kuah lotek.
"Lagi suka sama someone ya?" tanya Ahmad sambil menatapku yang sedang asik dengan pempek kuah lotekku. Aku pun kaget dan tersedak mendengarnya.
"Apa2an sih kamu, Mad. Aku cuma ngeliatin anak kelas sebelah maen basket aja kok, bukan ngeliatin seseorang" jawabku sambil ngeles.
"Jujur aja kenapa sih? Bukan dosa juga kalo kita jatuh cinta" tegas Ahmad sambil berdiri dan membayar jajanannya.
"Terserah kamu lah, Mad" ujarku pelan.
Aku cukup kesal dengan teman2ku yang mulai curiga dengan aktivitas nonton basketku tadi.
Sepulang sekolah aku segera ganti pakaian dan makan siang. Setelah meredakan kenyangku, aku bergegas ke kamar. Sebelum rebahan, aku menghidupkan radio di saluran favoritku yang selalu memutarkan lagu Indonesia. Saat lagi rebahan, aku mendengar lagu favoritku mengalun dari stasiun radio kesayanganku.
"Kuingin kau tau, isi di hatiku. Ku tak akan lelah, jaga hati ini, hingga dunia tak bermentari. Satu yang kupinta yakini dirimu, hati ini milikmu. Semua yang kulakukan untukmu lebih dari sebuah kata cinta untukmu" suara merdu Sigit dan Adon dari grup band Base Jam bersahutan menemani tidur siangku. Aku pun terlelap, semakin dalam, sedalam lirik lagu tersebut.
"Gimana, masih belum mau cerita? ujar Ahmad menggodaku. Tampaknya kali ini aku menyerah, toh dia sahabatku.
"Ok...ok... Aku ngaku. Aku kemaren lagi fokus dengan pesona cewek kelas sebelah yang lagi latihan basket. Puas? ujarku ke Ahmad dengan nada pasrah.
Ahmad tersenyum mendengarnya.
"Cie ada yang jatuh cinta nih kayaknya" godanya lagi.
"Ini nih yang bikin aku males cerita" ujarku ngambek.
Ahmad tertawa melihat ulahku.
Akhirnya setelah coba mencari tau, aku tau nama gadis pujaanku itu, Rindu namanya seperti apa yang kurasakan setiap kali dia jauh dari pandangan mataku...Rindu...
Aku pun berkesempatan berkenalan dengannya melalui Beta, teman akrabnya.
"Rindu, kenalin ini Rana, anak kelas sebelah" ujar Beta memperkenalkanku ke Rindu.
"Rana" ucapku menjulurkan tangan.
"Rindu" jawabnya menyambut uluran tanganku.
Jantungku berdegup kencang. Keringatku serasa mengalir deras.
"Makasih udah mau kenalan denganku, boleh aku tau no telponnya? sambungku memberanikan diri.
Dia pun menyebutkan no telponnya. Aku catat di selembar kertas dari Beta. Setelah itu aku pun kembali ke kelas.
"Gimana? Sukses misi kenalannya?" tanya Ahmad.
"Alhamdulillah sukses kenalannya, aku juga dapet nomor telponnya. Tapi aku ga tau kedepannya gimana" jawabku ragu.
"Yang penting usaha dulu" Ahmad mencoba menyemangatiku.
"Siap sahabat" jawabku sambil mengepalkan tangan.
Kami pun tertawa bersama.
Seperti biasa, aku dan sahabatku menghabiskan waktu dengan bermain gitar, latihan band, dan bercanda tawa layaknya anak remaja yang hidup tanpa beban. Skill teman2ku jadi semakin meningkat karena latihan, setidaknya mereka sudah lebih peka telinganya ketika ngulik lagu.
Aku dapet info dari Beta tentang Rindu, ternyata minggu depan dia ulangtahun. Hatiku tergelitik untuk memberinya kado, tapi apa ya?
"Ah nanti lah aku pikirin lagi" batinku.
Siang ini aku dan teman2 berencana main ke tempat permainan  video game yang biasa kami sebut dingdong di pertokoan ternama di kotaku, Internasional Plaza namanya. Gedungnya tampak kokoh berdiri di tengah kota pempek, benar2 lokasi strategis untuk pertokoan seperti itu. Ketika sedang berjalan di dalam gedung tersebut aku mendengar Bukan Pujangga mengalun dari salah satu toko kaset. Tiba2 bayangan Rindu berkelebat di kepalaku. "Aku kasih kaset Base Jam aja kali ya" gumamku. Aku pun memisahkan diri dengan anak2 Rendevu menuju toko kaset tersebut. Seketika aku membawa bungkusan  berupa kaset Base Jam seiring dengan dompetku yang kini tinggal bersisa uang untuk ongkos pulang saja. "Demi cinta tak mengapa" batinku sambil tersenyum riang. Aku hanya melihat keseruan teman2ku yang bermain dingdong di tempat tersebut. Aku sudah tak punya uang untuk ikut bermain. Padahal aku saat ingin maen game Mustafa dan Street Fighter favoritku.
Malamnya kubungkus kaset itu dengan kertas kado bergambar balon, sambil menyelipkan ucapan selamat ulang tahun di dalamnya. Entah mengapa aku merasa begitu berbunga2.
Keesokan harinya aku menemui Rindu saat jam istirahat. Aku memberikan kado berupa kaset tersebut padanya.
"Selamat ulang tahun ya" ujarku sambil terbata.
"Ini untuk aku? Makasih ya" jawab Rindu sambil tersenyum. Manis banget senyumnya, siapa yang tak rindu melihat senyum Rindu.
Sebenarnya aku ingin ngobrol lebih lama dengannya tetapi keburu Beta dan teman2 Rindu yang lain datang menghampiri dan mengucapkan selamat ulangtahun juga pada Rindu. Aku pun segera kembali ke kelas. Aku tersenyum karena misiku hari ini selesai.
Kring...kring... Telepon di rumahku berdering.
"Assalamualaikum, mau bicara dengan siapa?" tanyaku pada sosok di seberang sana.
"Waalaikumsalam. Rana nya ada? jawab pemilik suara di seberang sana.
"Ya ini Rana, ini siapa ya?" tanyaku lagi.
"Ini Rindu, masa kamu ga kenal suaraku sih?" ujarnya sambil cemberut di seberang sana.
"Ooo...Rindu. Ada apa? Rindu ya sama aku?" aku coba menggodanya.
"Hahaha...GR kamu. Aku cuma mau bilang makasih kaset Base Jam nya, aku suka dengan lagu Bukan Pujangga nya." jelasnya.
"Sama, itu juga lagu favoritku. Apalagi pas lirik kuingin kau tau isi di hatiku. Itu ungkapan hatiku untukmu Rindu" entah setan apa yang melintas sehingga aku berani berkata seperti itu.
"Maksudnya?" tanya Rindu sembari mengernyitkan keningnya.
"Ya itu cara aku ngungkapin sukanya aku ke kamu" aku coba menjelaskan kalimatku sebelumnya.
"Kamu suka aku? Kamu ga tau kalo aku udah punya pacar? Beta ga cerita?" cecar Rindu padaku.
Seketika pandanganku terasa gelap, aku pun tercekat tak berkata.
"Halo" suara Rindu terdengar di seberang sana.
"Oh ya, Beta ga pernah cerita. Maaf aku ga tau kamu udah punya pacar. Udah lupain aja apa yang barusan aku bilang, anggap aja aku ga pernah ngomong apa2" seketika aku merasa bodoh sekali kenapa tak pernah bertanya ke Beta tentang status percintaan Rindu.
"Ok gapapa kok. Aku juga minta maaf" jawab Rindu.
"Hmm..sudah dulu ya, ibuku pulang, aku mau buka pintu dulu. Assalamualaikum" ujarku berbohong untuk mengakhiri percakapan menyakitkan ini.
"Ok. Waalaikumsalam" jawab Rindu.
Aku kembali ke kamar dan mengurung diri hingga malam, aku hanya keluar kamar untuk makan malam. Aku duduk termenung di balkon kamar, menatap langit malam itu, gelap... segelap hatiku.
Lengkap sudah penderitaanku ketika mendengar lirik yang amat kukenal mengalun dari radioku.
"Mungkin aku bukan pujangga yang pandai merangkai kata. Ku tak slalu kirimkan bunga tuk ungkapkan hatiku. Mungkin aku takkan pernah memberi intan permata, mungkin aku tak selalu ada di dekatmu."
Yups, hari ini aku gagal memiliki cinta, karena aku Bukan Pujangga eh salah karena si dia sudah ada yang punya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI