Mohon tunggu...
Maudi
Maudi Mohon Tunggu... Pemerhati Keluarga

Membaca Buku/ Sanguinis Melankolis/ Pemerhati Keluarga, Remaja dan Anak.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Menstabilkan harga dengan beras sphp, jaminan pangan masih php

16 September 2025   01:51 Diperbarui: 16 September 2025   01:51 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Esys Oktasari

Pemerintah optimis bisa mencapai swasembada beras tahun ini karena stok beras melimpah. Disaat pemerintah membanggakan keberhasilannya dalam mewujudkan cadangan beras, harga beras masih tinggi di 214 daerah, dimana seharusnya dengan cadangan dalam jumlah yang banyak tersebut rakyat bisa mendapatkan beras dengan harga yang murah. Dalam hal ini penyaluran beras SPHP dilakukan untuk menurunkan harga beras yang masih tinggi tersebut, namun upaya ini gagal. Penyaluran beras SPHP tidak berjalan optimal. Di sisi lain, bantuan pangan beras terancam dihapus karena tidak adanya anggaran. Anggarannya dialihkan ke beras SPHP. Masyarakat miskin diarahkan untuk membeli beras SPHP sehingga tidak lagi mendapatkan bantuan beras gratis seperti selama ini. Problem lainnya adalah dari segi kualitas beras SPHP yang banyak dikeluhkan sehingga mengakibatkan masyarakat enggan membelinya meski harganya relatif lebih murah. Bahkan toko ritel pun juga enggan menjual beras SPHP.

Mimpi swasembada beras ternyata tidak sejalan dengan tingginya harga beras. Kenyataannya stok yang melimpah menjadi ironi ditengah harga beras tetap melambung tinggi. Ini membuktikan bahwa masalah ketahanan pangan yang paling krusial bukan disebabkan kurangnya produksi, tetapi buruknya distribusi. faktanya, produksi yang tinggi pun tidak menjamin masyarakat akan mendapatkan kebutuhan pangannya dengan harga terjangkau, problem distribusi yang sangat penting ini justru diabaikan oleh pemerintah karena paradigma ekonomi dalam sistem kapitalisme hanya berorientasi pada produksi untuk mengejar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Belum lagi tata kelola Bulog yang kurang optimal akhirnya mengakibatkan menumpuknya beras di gudang Bulog sehingga Bulog mengalami "obesitas" dimana beras yang disimpan dalam waktu yang lama rawan mengalami penurunan kualitas (ini sebagaimana temuan Ombudsman). 

Langkah untuk menstabilkan harga beras yang diambil oleh pemerintah dengan bertumpu pada beras SPHP tidak efektif karena persoalan harga beras bersifat sistemis, yakni terkait tata kelola perberasan nasional dari hulu hingga hilir. Buruknya rantai distribusi pangan di negeri ini diperparah dengan lepas tangannya negara atau pemerintah dari tanggung jawabnya. Akhirnya, pasar dan harga berada dibawah kendali segelintir pihak yang menimbulkan praktik oligopoli atau kartel pangan sehingga kerap kali terjadi anomali harga seperti saat ini. Inilah mengapa mafia pangan tumbuh subur dan sulit diberantas.

Jika ini semua tidak diselesaikan, harga beras akan tetap melambung tinggi. Realitas inilah menjadi bukti rusaknya sistem liberal kapitalisme hari ini. Pengurusan pangan bukan untuk mewujudkan pemenuhan secara riil bagi seluruh individu masyarakat, tetapi dijadikan komoditas untuk mengejar keuntungan ekonomi. Oleh sebab itu, pengaturan pangan ini membutuhkan paradigma dan konsep baru dengan visi utama pengelolaan pangan dan pertanian untuk kesejahteraan masyarakat, yaitu menjamin setiap individu per individu seluruh masyarakat bisa mendapatkan pangan secara cukup, layak dan berkualitas. Pemerintah hadir secara penuh untuk mengurusinya bukan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Negara atau pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan tercukupinya pasokan pangan bagi rakyat, lalu mengawasi rantai tata niaganya sehingga tidak ada pihak-pihak yang culas mempermainkan harga hingga melambung tinggi. Bahkan negara juga memastikan pangan tersebut betul-betul bisa dikonsumsi seluruh masyarakat. 

Paradigma dan konsep seperti ini hanya lahir dari syari'at Islam yang diturunkan oleh Allah. Dalam Islam, pemimpin adalah raa'in yang wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat), bukan hanya stok di gudang atau pasar. Pemimpin akan membenahi jalur distribusi beras dari hulu hingga hilir dan memastikan tidak ada praktik yang haram dan merusak distribusi, seperti oligopoli. Negara tidak fokus pada menjual beras saja, tetapi menjalankan solusi sistemis mulai dari produksi, penggilingan, hingga distribusi ke konsumen. Bagi masyarakat miskin, negara memberikan bantuan beras gratis dengan anggaran yang akan selalu ada dari baitulmal. Maka, dengan menerapkan mekanisme Islam swasembada beras dengan harga terjangkau akan terwujud nyata, bukan Cuma PHP saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun