Melihat syarat sah berdirinya sebuah Komune baru sudah terpenuhi (Wliayah, rakyat dan pemerintahan) Pihak Istana pun merestui. Dan nama filosofi Hendea kemudian dipakai untuk menandai daerah baru tersebut.
Banyak riwayat berkisah secara lisan tentang hal ihwal penyebab pemisahan Hendea dari Katolemando itu. Mereka sesuara menyebut terpisahnya Hendea akibat dari akumulasi rasa saling mengecewai antara tokoh kedua belah pihak. Namun intrik  ini barangkali terlalu kusut benang merahnya untuk dapat di urai.
Hari-hari berlalu. Warga komune Hendea hidup rukun, subsisten, aman dan tenteram di tengah alam yang rimbun. Walau dalam banyak riwayat pernah juga berbagai dinamika sosial seperti gangguan fisik di lakukan oleh Komune lain mewarnai kehidupan orang Hendea. Misalnya seperti kisah heroik Amtowajo cs di lembah Sampolawa. Atau kisah Amwambua dan seseorang jawara pendatang dalam tragedi rambiano ganda
Memasuki tahun 1966. Â Peristiwa perpindahan. Â Situasi tahun itu sempat membuat orang-orang Hendea tercerai berai. Hidup susah. Kemiskinan dan kelaparan melanda. Peristiwa itu terjadi setelah lima tahun terbentuknya Kabupaten Buton. Penguasa baru bernama Indonesia dengan ABRI dan hansip sebagai kaki tangan memaksa semua penduduk Kabupaten Buton agar bermukim dekat jalan raya. Kampung Hendea menjadi salah satu dari sekian kampung yang kena imbas kebijakan tersebut. Hendea yang berada empat kilometer dari jalan raya dengan paksa harus pindah.
Dengan hati berat. Meninggalkan segala-galanya, rumah, harta, tanah, tanaman, hewan peliharaan dan tentu saja juga meninggalkan banyak kisah dan kenangan. Orang-orang Hendea bermigrasi ke dekat jalan raya di sisi utara Sandang Pangan. Orang-orang Sandang Pangan jugalah sebenarnya yang memfasilitasi orang-orang Hendea di situ. Â Mulai dari tempat pemukiman baru hingga tanah untuk bertani.
Ditempat baru inilah, peradaban berlanjut. Orang-orang Hendea mulai mengenal sistem pemerintahan moderen dalam wilayah NKRI, di Propinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Buton, Distrik Sampolawa, Desa Sandang Pangan, Dusun Hendea.
Tanggal 30 Juni 1997 Hendea naik status menjadi sebuah desa lewat  keputusan gubernur Sulawesi Tenggara.
Desa Hendea sekarang adalah desa di Buton Selatan yang berbatasan langsung dengan Buton dan Baubau, kurang lebih 54 km dari ibu kota kabupten, Batauga. Atau kurang lebih 17 km dari ibu kota kecamatan, Sampolawa.
Sebelah utara berbatasan dengan desa Kaongke-ongkea (Kabupaten Buton). Sebelah timur berbatasan dengan pasar Wajo (Kabupaten Buton). Sebelah barat berbatasan dengan Sorawolio (Kota Baubau) Â dan sebelah selatan berbatasa dengan desa Sandang Pangan.
Data PKD menyebut, Desa Hendea memiliki Lahan pemukiman seluas  120 hektar. Lahan perkebunan/pertanian seluas 330 hektar. Dan kawasan hutang lindung seluas 400  hektar.
Sejak 1997 Hendea sudah tiga kali melakukan peralihan kepemimpinan. Pertama, Pelaksana Jabatan Kepala Desa Amaijuri (1997-1998). La Alinja (1998-2006). Jamaluddin (2007-2013). La Ali (2013- 2019) dan (2019-sekarang).