Fajar di Copenhagen
Hingga fajar datang, laut kembali jinak. Cahaya matahari pertama dari ufuk Denmark menyapa lembut, sementara siluet Copenhagen muncul perlahan di kejauhan.
Perjalanan ini tak sekadar menghubungkan dua kota, melainkan merangkai pengalaman: keheningan alam, ujian ombak, keramahan layanan, dan ritme pelayaran yang memaksa kita melambat. Mengingatkan bahwa sering kali, perjalanan lebih berharga daripada tujuan.
Setibanya di dermaga, imigrasi Denmark menjadi gerbang pertama yang kami lewati. Petugas dengan wajah tegas namun ramah memeriksa paspor, memberi kesan bahwa aturan bisa berjalan beriringan dengan keramahan. Dari sentuhan pertama itu, Copenhagen sudah terasa berbeda: disiplin, tapi tetap hangat.
Tak lama, seorang sopir lokal menjemput dengan senyum yang tak kalah hangat, sigap membantu koper yang penuh oleh-oleh agar kembali ke tangan pemiliknya.
Bagi para peserta perjalanan, momen sederhana itu menghadirkan rasa aman dan nyaman, seolah semua beban telah ikut diturunkan bersama bagasi. Hujan tipis yang menyambut di awal perjalanan justru kami anggap berkah---sapaan lembut dari langit sebelum memasuki kota yang sarat cerita.
Jkt/01092025/Ksw/149
Kusworo: Praktisi manajemen, penulis perjalanan, dan peziarah gagasan yang membawa gagasan baru cara menikmati dan mensyukuri perjalanan di Bumi Allah Azza wa Jalla.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI